Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama periode 2012-2013. Dalam kasus itu, KPK mengakui mengalami kesulitan.
"Memang kesulitan," kata Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (14/10/2014).
Menurut Adnan, kesulitan itu disebabkan sejumlah faktor. Di antaranya locus delicty atau tempat terjadinya tindak pidana dalam kasus, di mana dugaan korupsi haji ini bukan ‎berada di Indonesia, yakni di Arab Saudi.
"Locus-nya itu di luar negeri‎ dan peristiwanya cukup panjang," ujar Adnan.
Terkait kerugian negara dalam kasus ini, Adnan mengaku, saat ini tengah dihitung.‎ Tapi nantinya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang akan menetapkan berapa jumlah kerugian negara dalam kasus haji ini.
"Sedang (dihitung). Yang menetapkan nanti BPK," ujar dia.
‎Dalam kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji periode 2012-2013 di Kementerian Agama, KPK menetapkan mantan Menteri Agama Suryadharma Ali (SDA) sebagai tersangka. Pada penyelenggaraan ibadah haji yang menelan anggaran sampai Rp 1 triliun itu, Suryadharma diduga telah menyalahgunakan wewenang dan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi.
Modus penyalahgunaan wewenang yang diduga dilakukan bekas Ketua Umum PPP itu antara lain, dengan memanfaatkan dana setoran awal haji milik masyarakat untuk membayari keluarga dan koleganya, serta pejabat dan tokoh nasional untuk pergi naik haji. Selain keluarga Suryadharma, di antara keluarga yang ikut diongkosi naik haji itu adalah para istri pejabat Kemenag.
Di sisi lain, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah mengeluarkan Laporan Hasil Analisis (LHA) terkait kasus ini. PPATK menemukan adanya transaksi mencurigakan, yang memperlihatkan Suryadharma mengajak sedikitnya 33 orang untuk berangkat naik haji pada 2012 lalu.
Selain soal naik haji gratis bagi keluarga, kolega, pejabat, dan tokoh nasional itu, KPK juga mencium adanya dugaan penggelembungan harga terkait dengan katering, pemondokan, transportasi jemaah haji. Kemudian ada juga soal dugaan penyelewengan kuota jemaah haji yang dilakukan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH), termasuk soal dugaan kejanggalan dalam pembahasan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) di Komisi VIII DPR.
Atas perbuatan yang disangkakannya, SDA dijerat Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana juncto Pasal 65 KUHPidana.
Korupsi Haji Dilakukan di Arab Saudi, KPK Akui Kesulitan
Terkait kerugian negara akibat dugaan korupsi haji, saat ini KPK masih menghitung.
Advertisement