Liputan6.com, Jakarta - Pengamat masalah kelautan Arif Satria menilai gagasan Presiden Joko Widodo atau Jokowi membangun Indonesia sebagai poros maritim dunia diperlukan penataan ruang laut dalam kerangka perlindungan dan pemanfaatan potensi sumber daya.
"Untuk itu tata ruang dulu yang dibangun. Kalau sudah dibangun tata ruang itu otomatis akan berdampak ke daerah. Daerah pun semakin siap," kata Arif Satria dalam diskusi Populi Center di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Sabtu (25/10/2014).
Dekan ekonomi Institut Pertanian Bogor itu menilai saat ini penataan ruang laut di wilayah di atas 12 mil belum ada, khususnya di wilayah-wilayah pantai. Sebab dari 416 kabupaten yang memiliki tata ruang laut hanya ada 13 kabupaten.
"Dan dari 33 provinsi hanya 4. Karena tata ruang laut yang masih di bawah 12 mil, tata ruang laut nggak ada, nihil. Intinya kita harus bicara tata ruang dulu karena untuk pemasangan kabel atau pipa bawah laut," ucap dia.
Arif menjelaskan, pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla memiliki kewajiban menyusun rencana tata ruang laut nasional dan juga perencanaan zonasi kawasan laut.
"Ini penting sekali untuk mengatasi masalah yang selama ini berkembang, seperti semrawutnya letak pemasangan pipa dan kabel bawah laut serta konflik pemanfaatan ruang laut antar-sektor," papar dia.
Lantaran itulah, imbuh Arif, jelang diumumkannya Kabinet Jokowi-JK perlu disusun Menteri koordinator yang membidangi maritim tersebut. Sebab urusannya banyak karena untuk pengawasan kelautan saja ada 12 kementerian.
"Sama kayak Kementerian Ekonomi, ada perdagangan dan pariwisata, ada transportasi, perikanan, pertambangan dan semua. Jadi kalau tidak ada koordinasi yang baik, akan terjadi konflik antar-sektoral," tandas Arif Satria dalam diskusi bertema ‎'Ekonomi-Politik Kabinet Jokowi-JK'. (Sss)
Pengamat: Ide Poros Maritim Dunia Dimulai dengan Tata Ruang Laut
Menurut pengamat Arif Satria, gagasan Jokowi membangun Indonesia sebagai poros maritim dunia diperlukan terlebih dahulu penataan ruang laut.
Advertisement