Sukses

Mendagri Tjahjo Kumolo Berharap Perppu Pilkada Disahkan DPR

Menurut Tjahjo Kumolo, ada 188 pilkada yang masih menunggu kepastian Perppu Pilkada Langsung disahkan oleh pihak DPR.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) yang baru dilantik, Tjahjo Kumolo, mengatakan pihaknya tetap ingin melaksanakan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung. Menurut Tjahjo yang sebelumnya menjabat Sekretaris Jenderal PDIP, ada 188 pilkada yang masih menunggu kepastian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Pilkada Langsung disahkan oleh pihak DPR.

"Kita masih punya PR (pekerjaan rumah) terkait 188 pilkada yang masih menunggu perppu disahkan," ujar Tjahjo Kumolo di kantornya, Jakarta, Senin (27/10/2014).

Karena itu, politisi PDIP itu menegaskan pihaknya akan segera berkoordinasi dengan DPR untuk mempercepat pembahasan Perppu Pilkada Langsung yang diterbitkan menjelang akhir kekuasaan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY.

"Kita sudah kontak dengan teman-teman yang ada di sana (DPR), intinya kita minta dipercepat pembahasannya (perppu) ini," jelas Tjahjo.

Selain itu, Tjahjo juga mengingatkan agar pihak Kementrian Dalam Negeri mempunyai keahlian lobi, sehingga perppu tersebut disahkan DPR. "Tentu pihak Depdagri harus juga mempunyai kemampuan lobi-lobi agar bisa disahkan DPR," imbuh Tjahjo.

Bukan hanya itu saja, Tjahjo juga mengatakan akan membicarakan masalah pilkada kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU), agar bisa berjalan dengan baik khususnya persiapannya. "Kita akan berkomunikasi lagi dengan KPU (terkait persiapan pilkada)," pungkas Tjahjo Kumolo.

Perppu Pilkada Langsung

Saat masih menjabat presiden, SBY telah menandatangani Perppu No 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (Perppu Pilkada). Perppu ini terkait mekanisme pelaksanaan pilkada yang sebelumnya telah disahkan DPR melalui UU Pilkada pada 26 September 2014.

Namun, pengesahan RUU Pilkada tersebut menimbulkan polemik karena bertentangan dengan keinginan masyarakat yang menghendaki pemilihan secara langsung. Sementara itu, ketentuan UU Pilkada mengubah mekanisme pemilihan menjadi tidak langsung, yaitu melalui DPRD.

Berikut garis besar isi Perppu Pilkada Langsung:

1. Pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota langsung oleh rakyat (Pasal 1 angka 1 dan Pasal 2);

2. Mencabut dan menyatakan tidak berlaku UU No 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, yang mengatur pelaksanaan pilkada secara tidak langsung oleh DPRD (Pasal 205);

3. Adanya uji publik calon kepala daerah agar dapat mencegah calon yang integritasnya buruk dan kemampuannya rendah (Pasal 1 angka 2, Pasal 3 ayat (2), Pasal 5 ayat (3) huruf b, dan Pasal 7 huruf d);

4. Penghematan atau pemotongan anggaran pilkada secara signifikan (Pasal 3, Pasal 65 ayat (1) huruf c, d, e, dan f, serta ayat (2), dan Pasal 200);

5. Pembatasan kampanye terbuka agar menghemat biaya dan mencegah konflik horizontal (Pasal 69);

6. Pengaturan akuntabilitas penggunaan dana kampanye (Pasal 74, Pasal 75, dan Pasal 76);

7. Larangan politik uang dan biaya sewa parpol pengusung yang dapat berdampak pada tindakan penyalahgunaan wewenang (Pasal 47);

8. Larangan kampanye hitam yang dapat menimbulkan konflik horizontal (Pasal 68 huruf c);

9. Larangan pelibatan aparat birokrasi yang menyebabkan pilkada tidak netral (Pasal 70);

10. Larangan mencopot jabatan aparat birokrasi pasca-pilkada karena dianggap tidak mendukung calon (Pasal 71);

11. Pengaturan yang jelas, akuntabel, dan tranparan terkait penyelesaian sengketa hasil pilkada (Bab XX Pasal 136 sd 159);

12. Pengaturan tanggung jawab calon atas kerusakan yang dilakukan oleh pendukung (Pasal 69 huruf g, Pasal 195);

13. Pilkada serentak (Pasal 3 ayat (1);

14. Pengaturan ambang batas bagi parpol atau gabungan parpol yang akan mendaftarkan calon di KPU (Pasal 40, Pasal 41);

15. Penyelesaian sengketa hanya dua tingkat, yaitu pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung (Pasal 157);

16. Larangan pemanfaatan program atau kegiatan di daerah untuk kegiatan kampanye petahana (Pasal 71 ayat (3));

17. Gugatan perselisihan hasil pilkada ke pengadilan tinggi/Mahkamah Agung hanya dapat diajukan apabila memengaruhi hasil penetapan perolehan suara oleh KPU secara signifikan (Pasal 156 ayat (2).

Video Terkini