Liputan6.com, Sleman - Presiden Joko Widodo didampingi Wapres Jusuf Kalla akhirnya mengumumkan 34 menteri di dalam kabinetnya Minggu 26 Oktober petang di Istana Kepresidenan. Pengumuman sempat ditunda 1 jam karena adanya perubahan nama menteri yang akan mengisi posisi Menteri Komunikasi dan Informatika dari politisi PDI Perjuangan Maruarar Sirait yang akhirnya digantikan Rudiantara.
Seperti ditayangkan Liputan 6 Pagi SCTV, Selasa (28/10/2014), kondisi ini membuat Pengamat Politik dan Birokrasi Universitas Gajah Mada (UGM) Miftah Toha menilai Kabinet Kerja pemerintahan Jokowi-JK masih kental dengan nuansa bagi-bagi kekuasaan karena masih banyaknya menteri dari partai politik.
"Bahanya kalau kekuasaan dibagi-bagi, yang menerima kekuasaan itu cenderung sektoralistiknya kuat. Ini menjadi penyakit di tata pemerintahan. Sehingga mengakibatkan koordinasi tidak efektif," ujar Miftah.
Miftah juga menambahkan bila dalam 1 tahun pemerintah tidak berjalan dengan baik, presiden tidak perlu ragu untuk melakukan reshuffle Kabinet Kerja yang telah disusunnya.
Sementara itu, anggota DPR dari Koalisi Merah Putih (KMP) Jazuli Juwain juga terkejut dengan nama-nama menteri Kabinet Kerja yang berasal dari parpol. Namun Ketua Fraksi PKS tersebut berharap menteri dimaksud tetap bisa bekerja dengan baik sesuai agenda pemerintahan Jokowi-JK.
Anggota Kabinet Kerja Jokowi-JK sudah terbentuk. Senin (27/10) siang para menteri tersebut dilantik dan langsung mengikuti rapat kabinet pertama di Istana Negara. Sebagaimana arahan Presiden Jokowi dalam sidang kabinet, para menteri ini pun harus segera bekerja. (Mut)
Pengamat: Presiden Tak Perlu Ragu Reshuffle Menteri, Jika...
Pengamat Politik dan Birokrasi UGM Miftah Toha menilai Kabinet Kerja pemerintahan Jokowi-JK masih kental dengan nuansa bagi-bagi kekuasaan.
Advertisement