Sukses

Anggito Abimanyu Sebut Kasus Korupsi Haji Penyelewengan Individu

Mantan Dirjen Haji Anggito Abimanyu diperiksa sebagai saksi untuk tersangka mantan Menteri Agama Suryadharma Ali.

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Direktur Jenderal Penyelenggaraan ‎Haji dan Umron (PHU) Kementerian Agama Anggito Abimanyu rampung diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Anggito diperiksa sebagai saksi untuk tersangka mantan Menteri Agama Suryadharma Ali (SDA) dalam kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji tahun 2012-2013.

Rampung diperiksa, Anggito mengatakan, bahwa ada penyelewenangan soal kuota haji di Kemenag. Namun, mantan Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan itu mengaku hal tersebut merupakan praktik individual. Bukan kebijakan Kemenag selaku lembaga negara.

"Kalau (kuota) kebijakannya itu ada 2, yaitu untuk lansia dan nomor urut berikutnya. Kalau ada praktik-praktik individual itu semata-mata kegiatan yang dilakukan oleh seorang individu, bukan merupakan kebijakan," ujar Anggito usai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (28/10/2014).

Namun saat ditanya soal sejauh mana peranan SDA yang waktu itu menjabat Menag, Anggito mengaku tidak bisa menjawab. Sebab, dia baru menjabat Dirjen PHU pada 2012 ketika proses pengadaan soal penyelenggaraan haji sudah sulesai. "kalau ditanya Pak SDA di tahun 2012, saya tidak bisa menjawab," ujarnya.

Pun begitu ketika disinggung mengenai pengadaan, terutama soal penunjukan katering, transportasi, dan pemondokan yang disebut-sebut tanpa melalui persetujuan di‎ DPR, Anggito juga tak bisa menjawab.

"Itu 2012 ya, saya tidak bisa menjawab. Jadi seluruh proses pada 2012 itu ada anomali, saya tidak tahu. Saya tidak bisa menjawab karena itu proses sebelum saya menjadi Dirjen," kata Anggito.

KPK sebelumnya menetapkan Suryadharma Ali (SDA) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji tahun anggaran 2012-2013 di Kementerian Agama. Dalam penyelenggaraan ibadah haji yang menelan anggaran sampai Rp 1 triliun itu, SDA selaku Menteri Agama diduga telah menyalahgunakan wewenang dan melakukan perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi.

Modus penyalahgunaan wewenang yang diduga dilakukan mantan Ketua Umum PPP itu antara lain dengan memanfaatkan dana setoran awal haji milik masyarakat untuk membayari keluarga dan koleganya serta pejabat dan tokoh nasional untuk pergi naik haji. Selain keluarga SDA sendiri, di antara keluarga yang ikut diongkosi naik haji itu adalah para istri pejabat Kemenag.

Di sisi lain, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah mengeluarkan Laporan Hasil Analisis (LHA) terkait kasus ini. PPATK menemukan adanya transaksi mencurigakan yang memperlihatkan bahwa SDA mengajak sedikitnya 33 orang untuk berangkat naik haji pada 2012 lalu.

Selain soal naik haji gratis bagi keluarga, kolega, pejabat, dan tokoh nasional itu, KPK juga mencium adanya dugaan penggelembungan harga terkait dengan katering, pemondokan, transportasi jemaah haji. Kemudian ada juga soal dugaan penyelewengan kuota jemaah haji yang dilakukan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH), termasuk soal dugaan kejanggalan dalam pembahasan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) di Komisi VIII DPR.

Atas perbuatan yang disangkakannya, SDA dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana juncto Pasal 65 KUHPidana.