Liputan6.com, Jakarta - Peneliti CSIS Philips Vermonte menilai Koalisi Merah Putih (KMP) yang merupakan gabungan partai-partai pendukung Prabowo-Hatta tidak akan menjadi barisan koalisi yang benar-benar permanen. Seiring berkembangnya situasi politik, KMP akan bergeser dan sulit bertahan hingga 5 tahun mendatang.
"Dia menjadi sulit permanen karena dibentuk dengan alasan pragmatisme. KMP dibentuk bukan karena kesamaan pandangan, atau tentang bagaimana idelogi ekonomi, politik dan seterusnya," ujar Philips dalam diskusi di Menara Jamsostek, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Jumat, (31/10/2014).
Philips melihat, beberapa tanda akan berakhirnya kebersamaan KMP yang saat ini terlihat begitu kompak dan kuat, khususnya di Parlemen telah terjadi. Tanda-tanda itu terlihat dari pertemuan beberapa elit Partai KMP, seperti Prabowo atau Aburizal Bakrie dengan Jokowi sebelum dilantik sebagai presiden.
"Kemudian pertemuan Amien Rais dengan JK dalam sebuah makan malam yang kita lihat Amien Rais yang begitu keras membela Prabowo, namun akhirnya menjadi lain saat bertemu dengan JK. Tentu juga kepentingan partai masing-masing. Perubahan kepemimpinan, adanya jadwal munas Golkar, PPP, beberapa di antara tahun depan. Kalau pemimpin berubah, yang lain berebuah, dinamika ikuti berubah," jelas Philips.
Ia pun melihat, walau dibentuk oleh Prabowo, namun nasib Koalisi Merah Putih akan sangat ditentukan oleh Partai Golkar. Selain sebagai Partai tertua dibanding partai-partai lainnya di KMP, Golkar mempunyai perolehan suara yang lumayan besar sebagai posisi tawar bagi koalisi pendukung Jokowi-JK.
"Golkar itu partai paling pragmatis, sepanjang sejarahnya, partai ini tak pernah oposisi. Saya kira banyak juga pandangan Golkar yang ingin ikut bantu Jokowi. Golkar ini punya 91 kursi loh, golkar ini kunci. ‎‎Kalau di Golkar ketua bukan lagi Ical, bagaimana orientasi orang-orang di Golkar akan sangat menentukan," kata dia.
Bila KMP bubar, lalu siapa yang akan melakukan kotrol dan pengawasan terhadap pemerintahan? Philips melihat tren dan kelompok yang akan terbagi dalam politik nanti tidak akan berbasis pada kelompok yang bersifat pragmatis seperti KMP atau KIH. Pada akhirnya koalisi akan berubah menjadi berbasis isu.
"Nggak akan permanen, nanti ke depan 5 tahun, koalisi itu berbasis isu, jadi ada isu A, B, dan C maka koalisi, lalu ada isu lainnya D,E, F koalisi. Akan amat sulit jaga koalisi permanen 5 tahun dalam bentuk yang pragmatis. Keliatan gejalannya kalau ini tidak akan bertahan lama," tukas Philips.
Anggota DPR yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH) menggelar Sidang Paripurna DPR tandingan. Dari PKB yang diajukan dan disetujui jadi pimpinan DPR tandingan adalah Ida Fauziah, dari PDIP Effendi Simbolon, Hanura Dossy Iskandar, NasDem Supriyadi dan dari PPP adalah Syaifullah Tamliha.
Mereka langsung membacakan pernyataan mosi tidak percaya kepada pimpinan DPR yang diketuai Setya Novanto dari Koalisi Merah Putih (KMP). Sidang paripurna DPR tandingan itu pun langsung dibuka dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Koalisi Merah Putih Diprediksi Tak Akan Berumur Panjang
Seiring berkembangnya situasi politik, KMP akan bergeser dan sulit bertahan hingga 5 tahun mendatang.
Advertisement