Liputan6.com, Jakarta - Polisi masih melakukan pendalaman kasus penghinaan terhadap Presiden Jokowi yang dilakukan pemuda Ciracas, Jakarta Timur, Muhammad Arsyad (23). Salah satu penghinaan berupa konten pornografi akun melalui Facebook-nya.
Dalam kasus tersebut, orangtua Arsyad meminta penangguhan penahanan anak mereka yang bekerja sebagai pembantu tukang sate.
Kapolri Jenderal Polisi Sutarman menyatakan, dia tak bisa mengintervensi kerja penyidik. Sebab kasus tersebut diserahkan pada Bareskrim Polri.
"Itu kewenangan penyidik 100 persen. Saya bukan kepala penyidikan. Ya itu kepala penyidikan di Bareskrim. Sepenuhnya saya serahkan kepada penyidik. Karena kan yang tahu penyidik. Itu semua saya rasa adalah kewenangan penyidik," kata Sutarman di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (31/10/2014).
Sutarman mengaku akan mempertimbangkan penahanan Arsyad ditangguhkan atas faktor kemanusiaan. Meski begitu pihaknya juga mengimbau kepada masyarakat agar bisa melihat secara jernih persoalan Arsyad.
"Itu kita lihat nanti (penangguhan penahanan), kalau kita lihat latar belakangnya kasihan juga kan, orang miskin gitu kan. Tapi kalau melihat pornografinya merusak generasi bangsa ini kan berbahaya," ujar Sutarman usai bertemu Wapres Jusuf Kalla (JK) di Kantor Wapres, Jakarta Pusat, Kamis 30 Oktober 2014.
Sutarman mengatakan, hingga saat ini pihaknya masih melakukan penyelidikan terkait apakah pemasangan foto berbau pornografi itu hanya sekadar iseng atau memang mempunyai niat khusus dan diunggahnya melalui akun Facebook-nya.
Arsyad dilaporkan ke polisi oleh politisi PDIP Hendri Yosoningrat pada 27 Juli 2014 atas dugaan pencemaran nama baik dan penyebaran gambar pornografi Presiden Jokowi. Pada Kamis 23 Oktober 2014, ia ditangkap dan ditahan di Bareskrim Polri.
Atas tindakannya menghina Jokowi, Arsyad dijerat pasal berlapis, yaitu Pasal 29 Juncto Pasal 4. Ayat 1 UU Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi. Pasal 310 dan 311 KUHP, Pasal 156 dan 157 KUHP, Pasal 27, 45, 32, 35, 36, 51 UU ITE. (Sss)