Sukses

PBNU Minta Hakim MK Tolak Permohonan Nikah Beda Agama

PBNU menegaskan norma Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan sudah benar.

Liputan6.com, Jakarta - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) meminta Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi tidak mengabulkan permohonan mahasiswa dan alumnus Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang meminta perkawinan beda agama menjadi legal.

"PBNU memohon kepada hakim MK untuk tidak mengabulkan tuntutan apapun oleh para pemohon," kata Ketua Rais Syuriyah PBNU KH Ahmad Ishomuddin M AG saat memberikan keterangan sebagai Pihak Terkait dalam sidang pengujian UU Perkawinan di Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Rabu (5/11/2014).

Menurut dia, seluruh ulama menyepakati atas keharaman pernikahan antara orang Islam, baik pria maupun wanita, dengan orang-orang musrik.

"Para ulama sepakat bahwa muslimah tidak boleh dinikahkan dengan non muslim baik dia musrik maupun beragama Yahudi atau Nasrani," kata Ahmad Ishomuddin.

Dia menegaskan bahwa norma Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan sudah benar dan tidak perlu diubah lagi karena sudah sesuai dengan ajaran Agama Islam.

UU perkawinan ini digugat sejumlah mahasiswa dan alumnus Fakultas Hukum Universitas Indonesia, yakni Damian Agata Yuvens, Rangga Sujud Widigda, Varida Megawati Simarmata, Anbar Jayadi dan Luthfi Sahputra.

Mereka menilai Pasal 2 ayat 1 UU Perkawinan yang berbunyi: "Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu" telah menyebabkan ketidakpastian hukum bagi yang akan melakukan perkawinan beda agama di Indonesia.

Para Pemohon mengatakan ketentuan tersebut berimplikasi tidak sahnya perkawinan di luar hukum agama, sehingga mengandung unsur 'pemaksaan' warga negara untuk mematuhi agama dan kepercayaannya di bidang perkawinan.

Pemohon beralasan beberapa kasus kawin beda agama menimbulkan ekses penyelundupan hukum.

Pemohon mengungkapkan pasangan kawin beda agama ini kerap menyiasati berbagai cara agar perkawinan mereka sah di mata hukum, misalnya perkawinan di luar negeri, secara adat, atau pindah agama sesaat.

Untuk itu mereka meminta MK membuat tafsir agar perkawinan beda agama menjadi legal dengan cara mengesampingkan syarat agama dan kepercayaan dalam pernikahan. (Ant)