Sukses

Kisah Berani Para Pengubur Jenazah Pasien Ebola di Sierra Leone

Saat wanita bernama Mariatu Kagbo itu keluar rumah dan berjalan menuju jalan besar, sejumlah orang berteriak: "Ebola!"

Liputan6.com, Sierra Leone - Mariatu Kagbo menjadi relawan tim pengubur jenazah pasien ebola untuk melindungi kehormatan perempuan. Tapi ada juga orang yang tak suka dengan perbuatan mulianya itu. meski demikian ia tetap menghadapinya dengan berani.

Saat wanita bernama Mariatu Kagbo itu keluar rumah dan berjalan menuju jalan besar, sejumlah orang berteriak: "Ebola!"

Teriakan itu mungkin hanya ejekan, tetapi bisa juga mewakili ekspresi ketakutan yang ada di dalam hati orang-orang di Old Wharf, wilayah pinggiran ibukota Sierra Leone, Freetown.

Ketakutan muncul bahwa Kagbo bisa membawa virus itu ke rumah-rumah warga, karena dia bekerja sebagai pengubur jenazah pasien Ebola.

"Mereka menghina saya. Kadang mereka melakukan kekerasan," kata Kagbo, perempuan berusia 37 tahun dan ibu 6 anak, yang menjadi relawan Palang Merah seperti dimuat BBC, Kamis (6/11/2014).

"Mereka bisa berbicara sesukanya. Tetapi saya berbicara pada diri sendiri -- jika bukan saya yang melakukannya, siapa lagi?"

Setelah setengah jam berdesakan duduk di angkutan umum, Kagbo bertemu dengan koleganya di Waterloo -- salah satu kota yang terkena dampak terburuk Ebola.

"Dua meninggal," kata atasannya saat mereka naik mobil menuju desa terdekat, Tombo.

Warga telah berkumpul di luar sebuah rumah kecil di dekat tepi air. Beberapa wanita meratap. Seorang pria mendekati mereka dan mengatakan bahwa orang lain telah tertular.

"Kami hanya datang untuk yang mati," kata salah seorang anggota tim.

Tim pengubur jenazah di Sierra Leone bahkan kerap mendapat ancaman dan kadang kekerasan.

Untuk Kaum Perempuan

Butuh sekitar 10 menit untuk Kagbo dan semua kolega pria untuk mengenakan pakaian pelindung, sarung tangan, dan kaca mata.

"(Baju) itu panas. Saya berkeringat. Saya minum banyak sekali air. Tetapi saya terbiasa, saya sudah takut untuk masuk ke dalam. Kami memiliki pelindung yang bagus," kata dia.

Kagbo adalah orang pertama yang masuk ke rumah. Baju pelindung terasa sangat panas di tengah teriknya matahari.

"Ketika perempuan meninggal, saya menutupi tubuh mereka dengan hormat sehingga laki-laki tidak melihat mereka telanjang. Inilah mengapa saya bergabung -- untuk para perempuan."

"Demi Tuhan, ini tidak mudah. Saya melihat tanda (Ebola) di sana, darah mengucur ke luar. Saya sangat ketakutan karena dia masih sangat muda. Perempuan muda dan laki-laki tua. Oh Tuhan..."

"Pada malam hari ketika saya berbaring saya melihat wajah mereka. Saya mengalami mimpi buruk," katanya kemudian sambil meneguk air, berdiri, dan menatap sepatu botnya, menggeleng perlahan selama beberapa menit.

Tidak Ada Upacara

Semua jenazah yang terinfeksi virus ebola tak mendapatkan upacara keagammaan. Mereka hanya disiram disinfektan dan di bawa ke pemakaman khusus di Waterloo.

Sebuah tas berisi sarung tangan dan alat pelindung kotor lainnya ditempatkan di atas jenazah. Beberapa ranting dan daun menutupi atasnya. Lalu kemudian, mereka menguburnya.

Kagbo biasanya selesai menguburkan para pasien wanita yang terinfeksi virus ebola pukul 17.00 setiap hari, tetapi dia lebih senang menunggu beberapa jam untuk akhirnya naik bus pulang.

"Lebih tenang, dan lebih mudah pulang ke desa dalam keadaan gelap," jelas kagbo. (Ado)

  • Ebola merupakan penyakit yang menyerang manusia, monyet, simpanse, gorila, dan primata lain yang disebabkan oleh virus Ebola.

    Ebola

  • Virus Ebola

Video Terkini