Sukses

Sukarni, si 'Penculik Sukarno-Hatta'

Jokowi memberikan gelar pahlawan nasional kepada 4 tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia. Salah satunya adalah Sukarni Kartodiwirjo.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi memberikan gelar pahlawan nasional kepada 4 tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia. Salah satunya adalah Sukarni Kartodiwirjo.

Acara pemberian gelar pahlawan nasional ini berlangsung di Istana Negara, Jakarta, pada Jumat (7/11/2014). Mekanisme penganugerahan gelar pahlawan dilakukan melalui rapat pleno gelar pahlawan nasional, sesuai UU Nomor 20 Tahun 2009.

Seperti apakah sepak terjang Sukarni menjadikan Indonesia merdeka?

Sukarni lahir pada Kamis Wage 14 Juli 1916 di Desa Sumberdiran, Kecamatan Garum, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Ayahnya adalah Kartodiwirjo, keturunan dari Eyang Onggo, juru masak Pangeran Diponegoro. Ibunya bernama Supiah, gadis asal Kediri.

Sukarni masuk sekolah di Mardisiswo di Blitar --semacam Taman Siswa yang dibuat oleh Ki Hajar Dewantara. Dia dikenal sering berbuat onar karena sering berkelahi dan menantang orang Belanda.

Perkenalan Sukarni dengan dunia pergerakan nasional yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dimulai ketika usianya 14 tahun. Saat dia masuk menjadi anggota perhimpunan Indonesia Muda tahun 1930.

Hobinya menantang orang Belanda berlanjut ketika berada di MULO, sekolah menengah jaman kolonial. Dia lalu dikeluarkan. Dia melanjutkan sekolahnya ke Yogyakarta dan Jakarta pada sekolah kejuruan guru. Atas bantuan Ibu Wardoyo yang merupakan kakak Bung Karno, dia disekolahkan di Bandung jurusan jurnalistik.

Pada masa-masa di Bandung inilah, Sukarni pernah mengikuti kursus pengkaderan politik pimpinan Soekarno. Disinilah dia bertemu dan bersahabat dengan Wikana, Asmara Hadi, dan SK Trimurti.

Pada 1934 Sukarni menjadi Ketua Pengurus Besar Indonesia Muda, sementara itu Belanda mulai mencurigainya sebagai anak muda militan. Pada 1936 pemerintah kolonial melakukan penggerebekan terhadap para pengurus Indonesia Muda, tapi Sukarni berhasil kabur dan hidup dalam pelarian selama beberapa tahun.

Tidak lama sebelum Jepang masuk, dia tertangkap di Balikpapan dan dibawa ke Samarinda. Namun, setelah Jepang masuk, Sukarni beserta beberapa tokoh pergerakan lain seperti Adam Malik dan Wikana dibebaskan oleh Jepang.

Awal-awal pendudukan Jepang, Sukarni sempat bekerja di kantor berita Antara yang didirikan oleh Adam Malik -- yang kemudian berubah jadi Domei. Di masa Jepang ini, Sukarni juga bertemu Tan Malaka.

Peristiwa Rengasdengklok

Nama Sukarni lekat dengan peristiwa Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945. Kala itu, pukul 03.00 dini hari Sukarni, Wikana dan sejumlah pemuda lain mendatangi kediaman Sukarno dan Hatta. Mereka meminta Sukarno dan Hatta mengumumkan kemerdekaan Indonesia. Namun keduanya menolak.

Waktu itu Sukarno dan Hatta menginginkan agar proklamasi dilakukan melalui Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), sementara golongan pemuda menginginkan agar proklamasi dilakukan secepatnya tanpa melalui PPKI yang dianggap sebagai badan buatan Jepang.

Akhirnya terjadilah penculikan kedua tokoh tersebut. Keduanya dibawa ke sebuah rumah di Desa Rengasdengklok, Karawang dengan tujuan menjauhkan Sukarno-Hatta dari pengaruh Jepang.

Keesokan harinya, tepat 17 Agustus 1945, pernyataan proklamasi dikumandangkan dengan teks proklamasi kemerdekaan yang diketik Sayuti Melik.

Selanjutnya, Sukarni mengemban amanat kemerdekaan serta bahu-membahu bersama kelompok pemuda lainnya dalam meneruskan berita tentang kemerdekaan Indonesia.

Sukarni sempat menjabat sebagai Ketua Murba yang terbentuk pada November 1948. Dia juga mengemban posisi sebagai Duta Besar di Peking --sekarang Beijing, Tiongkok pada 1961-1964. Terakhir, dia menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung pada awal Orde Baru.

Tokoh yang mendapat Bintang Mahaputra kelas empat ini wafat pada 7 Mei 1971 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. (Yus)