Sukses

Revisi UU untuk Mengakomodir Aliran Kepercayaan Terhambat DPR

Pada UU Administrasi Kependudukan dalam pasal 64 ayat (5) ini hanya memperbolehkan enam agama yang sah untuk dicantumkan di e-KTP.

Liputan6.com, Jakarta - Rencana Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk merevisi Undang-Undang terkait penambahan agar penganut kepercayaan disahkan pemerintah agar bisa disertakan dalam kolom agama di Kartu Tanda Penduduk elekktronik (e-KTP), tampaknya akan terkendala.

Untuk merevisi Undang-Undang agar pemilik kepercayaan tertentu bisa diakui pemerintah tentu memerlukan persetujuan DPR sebagai badan legislatif. Namun, keadaan lembaga wakil rakyat itu masih bergejolak sehingga menimbulkan keraguan untuk membahas hal tersebut.

"Kita masih menunggu revisi Undang-Undang dulu (untuk mengesahkan di luar 6 agama yang disahkan UU). Hal itu harus DPR dan Pemerintah, bagaimana mau bahas kalau DPR saja masih terpecah dua," ujar Kepala Pusat Penerangan Kementerian (Kapuspen) Kemendagri, Dodi Riyadmadji," di kantornya, Jakarta, Jumat (7/11/2014).

Karena itu, kata Dodi, untuk mengatasi masalah tersebut dirinya pun mengikuti saran dari Mendagri Tjahjo Kumolo untuk mengosongkan kolom agama tersebut.

"Sepanjang agama tersebut dicantumkan di UU ya kolom akan diisi, namun jika tidak dikosongkan saja," jelas Dodi.

Pada UU Administrasi Kependudukan dalam pasal 64 ayat (5) ini hanya memperbolehkan enam agama yang sah untuk dicantumkan dalam kartu identitas kependudukan yakni Islam, Kristen Prostestan, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu.

Walaupun dalam pasal tersebut disebutkan bahwa bagi penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan. (Yus)