Sukses

BNPB: Ada 5 Juta Penduduk RI Tinggal di Daerah Rawan Tsunami

BNPB menyatakan, antara 1629 - 2014 ada 174 tsunami di Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Sebagian besar wilayah Indonesia adalah cincin api. Maka Indonesia tergolong wilayah rawan terhadap bencana gempa bumi dan tsunami. Namun penduduk Indonesia belum sepenuhya bebas dari bahaya alam tersebut.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, ada sekitar 5 juta penduduk yang tinggal di wilayah rawan tsunami.

"Memang Indonesia rawan tsunami. Ada sekitar 5 juta jiwa penduduk tinggal di daerah rawan sedang-tinggi dari tsunami. Antara 1629-2014 ada 174 tsunami di Indonesia," ujar Sutopo dalam keterangan tertulisnya, Minggu (16/11/2014).

Sutopo mengatakan, berdasarkan survai saat gempa 8,5 SR dan tsunami di Aceh pada 11 April 2012, rata-rata 79% masyarakat keluar rumah saat gempa dan 21% tetap berada di rumah, 63% tidak mendengar sirine tsunami, 75% masyarakat evakuasi dengan membawa kendaraan sehingga macet, dan 71% masyarakat belum pernah ikut latihan.

"Kita masih ingat tsunami di Flores pada 12 Desember 1992 menyebabkan 2.150 orang tewas dan hilang. Begitu juga tsunami di Banyuwangi pada 1994, juga menelan 238 korban jiwa. Di Biak pada 1996 menyebabkan 60 orang tewas dan 134 orang hilang," papar Sutopo.

"Mega tsunami di Aceh pada 2004 menyebabkan 283.000 orang tewas dan hilang, dan di Pangandaran pada 2006 ada 600 orang tewas," imbuh dia.

Golden Time

Sutopo mengatakan prihatin, ketika ada peringatan dini tsunami, tsunami besar tidak datang. Namun sebagian dari masyarakat sering menyalahkan sistem yang ada.

"Mengapa harus ada peringatan dini, hanya bikin panik saja? Bahkan tak jarang banyak yang menyalahkan BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika), BNPB dan BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah). Tidak mengapa, itu artinya masih mereka selamat dari tsunami," kata dia.
 
Padahal, kata Sutopo, golden time atau waktu yang tersedia untuk evakuasi rata-rata hanya 30 menit setelah gempa bumi. Ini jika sumber gempanya lokal berada di sekitar Indonesia.

"Tapi jika gempanya jauh, seperti saat tsunami di Sendai Jepang pada 2011, waktunya bisa sekitar 5 jam. Dengan waktu 30 menit itu, pasti terjadi kepanikan. Itu berlaku universal. Di Jepang pun masyarakat juga panik," ujar dia.
 
Selain itu, kata Sutopo, infrastruktur peringatan dini tsunami masih terbatas. Dari 4.500 Km panjang pantai yang rawan tsunami hanya ada 38 sirine tsunami dari kebutuhan 1.000 sirine. Shelter evakuasi hanya ada sekitar 50 unit dari kebutuhan 2.500 unit.
 
"Ini adalah fakta. Tsunami harus mendapat perhatian serius dari pemerintah dan pemda guna melindungi masyarakat dari ancaman tsunami," tandas Sutopo.

Sabtu siang 15 November, Halmahera, Maluku Utara diguncang gempa bumi berkekuatan 7,3 skala Richter (SR) sekitar pukul 09.31.44 WIB. Pemerintah daerah segera memberikan peringatan dini bahaya tsunami, namun pada akhirnya tidak terjadi tsunami. (Mut)