Liputan6.com, Jakarta - Sidang lanjutan perkara korupsi proyek pengadaan bus Transjakarta kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta. Sejumlah staf Dinas Perhubungan Pemerintah Provinsi (Dishub Pemprov) DKI Jakarta bersaksi dalam sidang itu.
Saksi yang dipanggil tersebut di antaranya Ali Wardana selaku Staf Kasubag Umum pada Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta dan Andreas Eman selaku Kepala Sub Bagian Umum Sekretariat Pengeluaran pada Dinas Perhubungan Pemerintah Propinsi DKI Jakarta.
Dari kesaksiannya, Andreas mengatakan terdakwa R Drajad Adhyaksa, selaku Pejabat Pembuat Komitmen di Dishub DKI Jakarta, menerima dan mengetahui laporan terakhir dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
"Jadi kami menerima (laporan) dari BPPT, lalu saya serahkan ke pimpinan saya, Pak Drajad. Saya tidak memonitor (laporan terakhir itu) saya serahkan kepemimpinan," ujar Andreas di pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (17/11/2014).
Saat ditanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) apakah laporan tersebut berisikan laporan terakhir, draf kontrak, HPS, dan spek teknis, Andreas membenarkannya. "Iya laporan tersebut ada hal tersebut (laporan terakhir, draf kontrak, HPS dan spek teknis) tapi semuanya pimpinan yang mengetahuinya," jelas dia.
Ketua majelis hakim persidangan Supriyono pun meminta Andreas menjelaskan terkait permintaan perubahan spek khususnya dalam bobot bus Transjakarta. "Sesuai dengan tupoksi saudara (Andreas) anda wajib kan memeriksa (pengajuan perubahan) bobot, itu bagaimana?" tanya Hakim Supriyono.
Saksi Andreas menjawab, tidak mengecek dan hanya ikut menandatangi saja. "Saya diperintah saja. Saya tidak cek, saya tandatangani saja itu," jelasnya.
Mendengar pertanyaan itu, Hakim pun geram. "Ya kalau nggak ditanda tangan, nggak cair itu kan. Harusnya ada mengecek, jangan tanda tangan saja," cetus Supriyono.
Di waktu yang sama, terdakwa Drajad Adhyaksa mengamini dirinya ikut menandatangi hasil bobot. Namun, dirinya mengklaim percaya dengan apa yang sudah ditanda tangani saksi Andreas karena memang sudah tugasnya membantu pejabat komitmen melakukan perubahan.
"Memang (ada) tanda tangan saya, tetapi selaku pejabat teknis (Andreas) harusnya membantu pejabat pembuat komitmen," jelasnya.
Dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Transjakarta, kerugian negara timbul akibat tidak dipenuhinya spesifikasi teknis, harga perkiraan sendiri (HPS) berdasarkan sodoran harga proposal dari rekanan, dan diarahkannya spesifikasi pada perusahaan tertentu, serta adanya kemahalan harga.
Terkait perkara itu, sudah ada 2 terdakwa yang masuk dalam proses persidangan. Mereka adalah R Drajad Adhyaksa, selaku Pejabat Pembuat Komitmen di Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta tahun anggaran 2013, serta Seyito Tuhu selaku Ketua Panitia Pengadaan Bus Transjakarta pada 2013.
Pada surat dakwaan keduanya, Jaksa menyebut kasus korupsi pengadaan TransJakarta pada 2013, dilakukan secara bersama-sama oleh sejumlah pihak, termasuk mantan Kadishub DKI Jakarta Udar Pristono. Keduanya didakwa Jaksa Penuntut Umum melanggar Pasal 2 Ayat 1 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pihak-pihak lain yang disebutkan oleh Jaksa terlibat dalam perkara ini, antara lain adalah Direktur Teknologi Industri dan Sistem Transportasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Prawoto, Dirut PT Korindo Motors Chen Chong Kyeong, Dirut PT Mobilindo Armada Cemerlang Budi Susanto, serta Dirut PT Ifani Dewi Agus Sudiarso.
Sejumlah pihak itu, disebut memiliki peran masing-masing melakukan tindak pidana korupsi pengadaan Transjakarta, yang menimbulkan kerugian negara hingga sebesar Rp 392,7 miliar.
Saksi Korupsi Transjakarta Dicecar Hakim Terkait Perubahan Spek
Sejumlah staf Pemprov DKI Jakarta bersaksi dalam sidang perkara korupsi proyek pengadaan bus Transjakarta.
Advertisement