Liputan6.com, Jakarta - Human Rights Watch (HRW) merilis hasil penelitian terhadap polwan dan calon polwan di 6 kota di Indonesia yang menyatakan bahwa mereka diwajibkan melakukan tes keperawanan yang membuat "trauma".
Menanggapi hal itu, Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Ronny F Sompie membantah kabar tersebut. Dia menegaskan tidak ada tes keperawanan terhadap polwan dan calon polwan, tetapi ada pemeriksaan alat reproduksi.
"(Tujuan) utama adalah untuk memastikan bahwa siswa pendidikan Polri, laki laki atau perempuan, siap untuk melaksanakan latihan fisik," kata Ronny di Jakarta, seperti dimuat BBC Indonesia, Selasa 18 November 2014.
"Sehingga tidak mengganggu kesehatannya, (tes itu) untuk memastikan dia tidak mengidap penyakit termasuk (penyakit) kelamin dan untuk perempuan dilihat apakah ada tumor misalnya," terang dia
Ronny menjelaskan, tes reproduksi itu diperlukan lantaran penyakit terkait alat vital dianggap bisa mengganggu pelatihan, sehingga Polri terpaksa tidak akan menerima calon polisi.
Sebelumnya Direktur hak perempuan HRW, Nisha Varia mengatakan berdasarkan penelitian yang dilakukan pihaknya, telah terjadi tes keperawanan yang diskriminatif di tubuh Polri.
"Polri menggunakan 'tes keperawanan' sebagai praktik diskriminatif yang menyakiti dan menghina perempuan," kata Nisha dalam pernyataan tertulis.
Juru bicara Polri Irjen Ronny Sompie pun menepis adanya diskriminasi. "Tidak ada itu, perawan atau bukan, perjaka atau bukan, silakan mendaftar ke Polri," tandas dia. (Riz/Nan)
Bantahan Polri Soal Tes Keperawanan Polwan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Human Rights Watch (HRW), telah terjadi tes keperawanan yang diskriminatif terhadap calon polwan.
Advertisement