Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi hingga sekitar 30 persen pada 18 November 2014 sekitar pukul 21.30 WIB.
Dengan didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla dan sejumlah menteri, untuk pertama kalinya seorang presiden yang mengumumkan sendiri keputusan yang tak pernah populer secara politik itu. Presiden menyebut putusan itu diambil setelah melalui berbagai pertimbangan.
Ada jeda beberapa jam antara pengumuman dan pemberlakuan kenaikan harga BBM. Ini membuat sejumlah orang mencoba mengambil untung.
Antrean panjang terlihat di berbagai SPBU di Jakarta, satu di antaranya terlihat di SPBU Kramat Raya, Jakarta. Antrean mengular sejak petang, terutama kendaraan roda dua. Sejumlah pengendara motor mengaku keberatan dengan naiknya harga premium yang dinilai terlalu tinggi.
Antrean tak hanya terlihat di Ibukota, tetapi juga di berbagai tempat di tanah air. Di Cilegon, Banten para pengendara rela antre berjam-jam hanya untuk bisa mendapatkan keuntungan Rp 2.000 per liter bensin. Kemacetan di sini hingga 5 kilometer. Arus lalu lintas kota pun nyaris lumpuh malam itu.
Di ujung lain Pulau Jawa, antrean kendaraan juga terlihat. Polisi harus disiagakan di SPBU Banterang, Kota Banyuwangi.
Kenaikan harga BBM juga menyulut marah mahasiswa. Polisi harus bekerja keras malam itu untuk meredakan mereka yang menolak putusan pemerintah tersebut.
Selain keributan terjadi di Banten, juga di Ibukota. Dini hari itu mahasiswa membakar ban di Jalan Diponegoro, salah satu jalan utama Jakarta.
Demonstrasi lebih brutal terjadi di Makassar, Sulawesi Selatan. Polisi harus melepaskan tembakan gas air mata malam itu. Mahasiswa membalas dengan lemparan batu sambil merusak berbagai fasilitas umum termasuk kantor kejaksaan tinggi.
Pengurangan subsidi bahan bakar minyak tak pernah menjadi pilihan politik yang populer. Saat diumumkan, pemerintahan manapun harus siap menanggung risiko diprotes oleh rakyatnya dan menghadapi tekanan dari parlemen yang ingin memanfaatkan momentum itu.
Kenaikan harga BBMÂ itu langsung disikapi sopir angkutan umum dengan menaikkan tarifnya. Beralasan untuk menutup biaya operasional, para sopir menaikkannya dengan besaran yang mereka tetapkan sendiri.
Padahal kewenangan penetapan tarif itu ada pada pemerintah. Menteri Perhubungan Ignasius Jonan pun memberi toleransi kenaikan tarif angkutan itu maksimal 10 persen.
Saksikan Barometer Pekan Ini bertajuk 'Kenaikan Harga BBM' selengkapnya yang ditayangkan Liputan 6 Petang SCTV, Sabtu (22/11/2014), di bawah ini. (Dan/Ans)
Dampak Kenaikan Harga BBM
Pertama kalinya seorang presiden yang mengumumkan sendiri keputusan yang tak pernah populer secara politik.
Advertisement