Liputan6.com, Jakarta - Sejak dilantik pada 1 Oktober 2014, anggota DPR periode 2014-2019 dinilai belum bekerja. Mereka disibukkan dengan konflik dan belum produktif.
"Dia (DPR) tidak bekerja, malah terus berkonflik, bahkan sudah terima gaji, yang tidak bekerja tapi terima gaji, itu namanya terima gaji haram," ujar Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TEPI) Jerry Sumampouw di Jakarta, Minggu (23/11/2014).
Jerry menyayangkan sosok baru para anggota DPR yang ternyata tidak bisa diharapkan. "Muka-muka baru yang dipandang bisa diharapkan ternyata tidak bisa apa-apa. Tidak ada gerakan dari mereka untuk mengembalikan citra DPR," kata dia.
Dia pun menilai, kondisi tersebut menguntungkan pemerintahan Jokowi-JK. Sebab, salah satu fungsi Dewan yaitu pengawasan tidak bekerja. "Pasalnya fungsi DPR itu kan mengawasi, dengan tidak bekerja maka fungsi mengawasi pemerintah tersebut menjadi lemah," tutur dia.
Sementara itu, peneliti Indonesian Institute for Development and Democracy (Inded) Arif Susanto menjelaskan, kebobrokan DPR sekarang merupakan warisan dari pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono.
"Ini merupakan warisan sistem politiknya SBY yang masih dijalankan di mana (di era SBY) hanya menghasilkan ironi demokrasi. Pasalnya satu sisi demokrasi kita relatif stabil, tapi stabil itu karena transaksi. Ini yang coba dilakukan khususnya KMP (Koalisi Merah Putih), di mana coba menekan terus agar mendapat power sharing (dari Jokowi)," jelas dia.
Menurut dia, para anggota DPR sekarang masih kagok dengan gaya politik baru. "Jelas terlihat di mana para anggota DPR kaget dengan gaya politik baru (yang dijalankan Jokowi-JK). Karena anggota DPR masih menjalankan gaya politik lama," pungkas dia. (Mvi/Ans)
Belum Bekerja Maksimal, DPR Dinilai Terima Gaji Haram
Peneliti Inded Arif Susanto menjelaskan, dengan tidak bekerja maksimal, maka fungsi DPR mengawasi pemerintah menjadi lemah.
Advertisement