Liputan6.com, Jakarta Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhi hukuman pidana 5 tahun penjara kepada mantan staf Komisi Yudisial (KY) Al Jona Al Kautsar dalam kasus dugaan korupsi manipulasi pembayaran pegawai negeri sipil (PNS) KY. Tak hanya itu, Majelis juga menjatuhi denda Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan kepada Al Jona.
Majelis menilai, Al Jona terbukti melakukan korupsi dengan memanipulasi sejumlah item pembayaran PNS KY. Al Jona terbukti melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
"Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi," kata Ketua Majelis Hakim Artha Theresia saat membacakan amar putusan di PN Tipikor, Jakarta, Senin (24/11/2014).
Majelis juga menjatuhi pidana tambahan kepada Al Jona untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 4,198 miliar. Apabila tidak dibayarkan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita negara.
Uang pengganti itu dikenakan Majelis lantaran Al Jona dinyatakan terbukti menikmati uang hasil korupsi terkait rekapitulasi sejumlah item pembayaran PNS KY itu.
"Menjatuhkan pidana tambahan untuk membayar uang pengganti Rp 4,198 miliar. Dalam hal tidak mempunyai harta benda yang mencukupi maka dipidana 2 tahun penjara," ucap Artha.
Korupsi Pembayaran PNS KY
Majelis menilai Al Jona terbukti menyalahgunakan kewenangannya sebagai staf pada Sub Bagian Perbendaharaan Bagian Keuangan Biro Umum Sekretariat Jenderal KY. Al Jona dinilai bersalah menggunakan kewenangannya dalam membuat rekapitulasi sejumlah item pembayaran pada Sekretariat Jenderal (Setjen) KY.
Rekapitulasi yang dimanipulasi Al Jona itu adalah uang pelayanan pemeriksaan laporan pengaduan masyarakat (UPP), uang pelayanan sidang pembahasan laporan pengaduan masyarakat (UPS) dan pembayaran uang layanan penanganan atau penyelesaian laporan masyarakat (ULP) dan uang layanan persidangan (ULS) untuk Mei 2009-Maret 2013.
"Terdakwa merekayasa sedemikian rupa rekapitulasi pembayaran kepada pegawai dan pejabat KY pada 2009-2013," ujar hakim anggota Aviantara.
Dalam pembuatan daftar rekapitulasi pembayaran UPP dan UPS maupun daftar rekapitulasi pembayaran ULP dan ULS, Al Jona memperhitungkan potongan pajak penghasilan (Pph) sebesar 15 persen dan mencantumkan nomor rekening masing-masing penerimanya.
Saat membuat daftar rekapitulasi pembayaran UPP dan UPS pada Mei 2009-Desember 2011, Al Jona telah sengaja memanipulasi daftar dengan cara menaikkan angka jumlah perhitungan rekapitulasi pembayaran UPPP dan UPS dari angka yang seharusnya.
"Akibatnya terjadi kelebihan perhitungan pembayaran UPP dan UPS," ujar Aviantara.
Al Jona juga memanipulasi dengan cara menaikkan angka jumlah perhitungan rekapitulasi pembayaran ULP dan ULS dari angka yang seharusnya. Di sini juga terjadi kelebihan penghitungan pembayaran ULP dan ULS PNS KY.
Majelis membeberkan, bahwa pembayaran UPP, UPS, ULP dan ULS seharusnya menggunakan sistem pembayaran langsung, yaitu dari kas negara ke rekening penerima, dalam hal ini para PNS KY. Akan tetapi oleh Al Jona dibayarkan dengan menggunakan uang persediaan yang diambil terlebih dulu melalui cek BRI cabang Jakarta Veteran dan selanjutnya dipindahbukukan ke rekening masing-masing penerima.
Daftar rekapitulasi pembayaran UPP, UPS, ULP dan ULS yang telah dimanipulasi jumlahnya itu kemudian diserahkan Al Jona ke Bendahara Pengeluaran dan Pejabat Pembuat Komitmen untuk ditandatangani. Hal itu dimaksudkan sebagai dasar bagi Bendahara Pengeluaran bersama kuasa pengguna anggaran menerbitkan cek penarikan uang dari rekening KY di BRI cabang Jakarta Veteran yang kemudian dipindahbukukan ke rekening masing-masing penerima.
Korupsi Rp 4,5 Miliar Lebih
Lebih jauh Majelis menjabarkan kelebihan penghitungan yang dimanipulasi Al Jona untuk menguntungkan dirinya sendiri. Pada tahun 2009, uang yang masuk ke rekening pribadinya seluruhnya mencapai Rp 166.977.650. Padahal seharusnya hak Al Jona hanya Rp 13.065.350. "Sehingga ada kelebihan pembayaran sebesar Rp 153.912,300," ujar Aviantara.
Pada tahun 2010, duit yang masuk ke rekening Al Jona seluruhnya mencapai lebih dari Rp 1,15 miliar. Padahal seharusnya hak Al Jona hanya Rp 24.181.140. Di sini ada kelebihan pembayaran lebih dari Rp 1,13 miliar.
Pada tahun 2011, Al Jona mengambil uang yang bukan haknya lagi dan masuk ke rekeningnya lebih dari Rp 1,58 miliar, meski hak Al Jona hanya sebesar Rp 26.275.860, sehingga ada kelebihan pembayaran sebesar Rp 1,55 miliar lebih.
Sedangkan pada tahun 2012, duit yang masuk ke rekening Al Jona seluruhnya Rp 1,48 miliar lebih. Sementara hak Al Jona hanya Rp 32.928.520. Ada kelebihan pembayaran sebesar Rp 1,45 miliar lebih pada tahun 2012.
Kemudian tahun 2013, Al Jona kembali mengambil kelebihan uang pembayaran dan masuk ke rekeningnya sebesar Rp 217.891.700. Meski hak Al Jona sebenarnya cuma Rp 10.334.100, sehingga ada kelebihan pembayaran Rp 207.557.600.
Total seluruhnya uang 'haram' yang diterima Al Jona AL Kautsar dengan memanipulasi penghitungan pembayaran mencapai Rp 4,50 miliar lebih. Total uang yang masuk ke kantong pribadinya itu terhitung dari 2009 sampai 2013. (Ans/Mut)
Terbukti Korupsi, Eks Staf Komisi Yudisial Dibui 5 Tahun
Majelis hakim juga menjatuhi denda Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan kepada mantan staf Komisi Yudisial Al Jona Al Kautsar.
Advertisement