Liputan6.com, Jakarta - Partai Golkar kini terpecah menjadi 2 kubu. Pasca-kerusuhan di Kantor DPP Partai Golkar, kini terbentuk kubu Aburizal Bakrie alias Ical dan kubu Agung Laksono.
Perpecahan itu pun membuat politisi Golkar Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto sedih.
"Sedih, kenapa kita begitu. Selama ini hajatan bersama-sama. Kenapa terjadi kejadian ini, kenapa terjadi di markas Golkar. Ini dinamika politik, seluruh partai juga terjadi. Ini pelajaran untuk kita semua," ujar Titiek di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (27/11/2014).
Dirinya menegaskan, pernyataan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Tedjo Edhy Purdijatno yang menyarankan agar Polri tak memberi izin pelaksanaan Munas Golkar di Bali pada 30 November juga dinilainya sebagai hal yang tidak perlu dilakukan pemerintah.
"Itu intervensi, kalau mau bijaksana, ya diamankan. Ini kan hajatan kita. Sebagai Menko, amankan saja. Bukan melarang. Kalau kita buat hajatan kan sesuai perintah putusan Rapimnas, masa dihalangin. Ya kan beri bantuan pengamanan saja," jelas dia.
Sementara itu, politisi Golkar Zainudin Amali menegaskan, kepanitian Munas IX masih belum terbentuk. Dirinya pun mengklaim Munas di Bali yang akan digelar kubu Ical itu tidak sah.
"Munas di Bali itu tidak sah. Imbauan saya kepada teman-teman di daerah untuk melihat realitas kemarin. Melihat (Munas di Bali) belum dapat izin dan kalau terjadi kericuhan, bukan hanya Golkar, tapi Bali dan Nasional. Dari aparat kan sudah me-warning. Pasti mereka punya cara yang tegas. Ini pertaruhannya terlalu besar," ungkap Zainudin.
Calon Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menambahkan, dalam konflik muncul terkait dengan keabsahan gelaran Munas IX.
"Ini bukan soal setuju atau tidak setuju. Munas yang berjalan itu harus kita lihat dulu tata laksanaannya, mekanismenya, dukungan dari satu dan tingkat II, di situ letak legitimasinya," jelas Airlangga.
"Saya akan datang dan saya akan mengikuti Munas yang di Bali, kalau memenuhi korum saya akan datang."
Di lain sisi, politisi senior yang juga merupakan anggota DPR tertua, Popong Otje Djundjunan mengatakan, bagi pihak yang tak bisa mengikuti aturan internal partai, lebih baik keluar dari partai yang sudah lama eksis sejak orde baru.
"Siapa saja yang tidak taat di dalam aturan, tidak usah di dalam Golkar. Maksud saya tidak perorangan. Tetapi keseluruhan memegang aturan yang ada pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Kalau di dalam agama itu kita sucinya anggaran dasar," tandas dia.
Menurutnya, jika sudah tidak melaksankan AD/ART partai jelas maksudnya ada kepentingan. "Kalau sudah tidak taat aturan dan lupa, berarti ada kepentingan, dan itu pasti bukan buat rakyat," jelas dia.
Sebelumnya, Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar, Akbar Tandjung menegaskan dengan konflik yang terjadi sekarang akan mengganggu solidnya Golkar terutama menyambut persiapan Pemilu serentak 2019. "Soliditas itu sagat dibutuhkan. Penting untuk Golkar dalam agenda organisasi maupun politik yang bermuara pada pilpres 2019," tutur Akbar.
Akbar juga mengkhawatirkan terjadi perpecahan di Partai Golkar. Dia tidak mau sampai ada kepengurusan ganda atau tandingan di Partai Golkar. Sebagai Ketua Dewan Pertimbangan, dia pun berusaha mendukung misi Aburizal Bakrie. "Saya tidak ikhlas kalau Golkar terjadi perpecahan. Saya ingin betul Golkar raih kembali posisi terhormat dan posisi yang diapresiasi," lanjut dia.
Meski demikian, dirinya menepis dugaan adanya orang luar yang terlibat dalam kisruh Partai Golkar belakangan ini. Dia memastikan konflik yang terjadi murni terjadi dari dalam.
"Konflik ini terjadi (hanya melibatkan) orang-orang partai yang saya kenal. Dan saya yakin mereka-mereka ini tidak akan khianati partai," pungkas Akbar.
Dualisme Munas Golkar, Siapa Sah?
Pasca-kerusuhan di Kantor DPP Partai Golkar, kini terbentuk kubu Aburizal Bakrie alias Ical dan kubu Agung Laksono.
Advertisement