Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Kabinet (Seskab) Andi Wijayanto menerbitkan Surat Edaran (SE) pada 4 November 2014 yang meminta para pejabat pemerintah, terutama anggota Kabinet Kerja untuk menunda memenuhi undangan DPR RI. Surat itu pun langsung mendapat respons negatif dari anggota dewan.
Andi menjelaskan, surat itu dibuat karena saat itu situasi politik di DPR friksinya sangat tajam. Ada pimpinan DPR tandingan, ada kubu yang lakukan sidang-sidang tandingan, komisi dibentuk belum berdasarkan kesepakatan 10 fraksi yang ada sehingga surat itu dikeluarkan.
"Intinya bukan melarang tetapi meminta menteri-menteri dan pejabat-pejabat setingkat menunda untuk bertemu dengan pimpinan DPR dan alat kelengkapan, untuk memberikan kesempatan kepada DPR untuk melakukan konsolidasi kelembagaan," kata Andi seperti dikutip dari setkab.go.id, Jumat (28/11/2014).
Menurut Andi, arahan Presiden Jokowi adalah konsolidasi kelembagaan itu diwujudkan dalam 3 hal. Yang pertama, ada kesepakatan tentang pimpinan DPR. "Relatif itu sudah terjadi, pimpinan DPR sekarang solid, kembali mengakui semuanya bahwa Pak Setya Novanto dan 4 empat wakil ketuanya adalah pimpinan DPR. Itu sudah tercapai," ujarnya.
Kedua, lanjut dia, pembentukan alat kelengkapan DPR apakah mulai dari komisi sampai badan legislasi, badan anggaran, kehormatan, itu dilakukan dengan kesepakatan itu dari 10 fraksi. Menurut Seskab, itu baru tercapai beberapa hari ini ketika akhirnya seluruh fraksi sudah menyerahkan nama untuk menjadi anggota di alat-alat kelengkapan itu.
"Kalau tidak salah yang terakhir memasukkan nama adalah PKB. Kami masih menunggu susunan lengkap dari komisi-komisi itu mulai dari pimpinan komisi alat kelengkapan sampai anggota-anggotanya," papar Andi.
Ketiga, sambung Andi, adalah tentang kesepakatan antara Indonesia Hebat (KIH) dan Merah Putih (KMP) untuk melakukan revisi UU MD3.
Seskab Andi Wijayanto Tegaskan Tak Larang Menteri ke DPR
Andi menjelaskan, surat itu dibuat karena saat itu situasi politik di DPR friksinya sangat tajam.
Advertisement