Sukses

SBY Kicau Diktator-Pencitraan, Jokowi Seolah 'Jawab' di Facebook

SBY berkicau soal pemimpin diktator dan efek pencitraan. Jokowi kemudian memposting tulisan di Facebook yang seolah menjawab cuitan SBY.

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY menuliskan kultwit atau kuliah twit di Twitter mengenai pemimpin tiran atau diktator dan efek pencitraan seorang pemimpin pada Jumat 28 November 2014 siang kemarin. Presiden Joko Widodo atau Jokowi kemudian mem-posting soal perbedaan kepemimpinan tiran dengan kepemimpinan yang dipercaya, pada malam harinya, atau Jumat malam. Postingan Jokowi itu seakan 'menjawab' kicauan SBY.

Dalam kultwit-nya, SBY mengatakan bahwa seorang pemimpin yang tindakannya selalu dipandang benar bakal berbuah menjadi tiran atau pemimpin yang diktator.

 

 

SBY memperingatkan bahwa seorang pemimpin itu seharusnya tak menggunakan kekuasaan secara sewenang-wenang, tapi gunakan kekuasaan secara tepat dan bijak.


"Nenek moyang kita mengingatkan, hendaknya kekuasaan tidak digunakan bak: "Besar hendak melanda, panjang hendak melindih". *SBY*," kicau Presiden ke-6 RI tersebut.

Selain itu,  SBY yang kini menjabat Chair of the Council sekaligus President of Assembly  LSM internasional Global Green Growth Institute (GGGI)  juga mengungkapkan soal efek pencitraan seorang pemimpin.

 

Menurut SBY, diam itu emas. Jika tidak perlu bicara, diamlah. Bicara itu perak, jika harus bicara, bicaralah. Tetapi bermutu dan bermanfaat.

"Tong kosong nyaring bunyinya". Akan lebih bijak jika tong yang masih kosong diisi dulu. Isilah dengan pengetahuan & pengalaman. *SBY*.

Pandangan  SBY tersebut juga ia tulis di laman Facebooknya, Susilo Bambang Yudhoyono.

Pada malam harinya atau beberapa jam kemudian, Jokowi membeberkan pandangannya soal perbedaan antara kepemimpinan tirani dan kepemimpinan yang dipercaya.

"Beda antara kepemimpinan yang dipercaya dengan kepemimpinan tirani, kepemimpinan yang dipercaya diperoleh melalui kesadaran rakyat atas tujuan tujuan negara, sementara kepemimpinan tirani adalah membungkam kesadaran rakyat bisa itu dengan bayonet atau pencitraan tanpa kerja," tulis Jokowi melalui akun Facebook Ir H Joko Widodo, Jumat malam.

Presiden ke-7 RI tersebut menjelaskan, basis kepemimpinan dalam demokrasi adalah kepercayaan, dan kepercayaan itu dibangun di antaranya oleh rekam jejak, ketulusan hati dan kesungguhan dalam bekerja.

"Dan dalam kepemimpinan saya hal paling penting adalah membangun kepercayaan rakyat dengan kesadaran penuh bahwa ada tujuan-tujuan besar negara ini menuju kemakmuran Indonesia Raya," sebut Jokowi.