Liputan6.com, Jakarta - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengecam keras pemberian pembebasan bersyarat terhadap Pollycarpus, terpidana pembunuh aktivis HAM Munir. Kepala Divisi Pembelaan Hak-hak Sipil dan Politik Kontras Putri Kanesia menilai pemberian pembebasan bersyarat itu sinyal bahaya terhadap penuntasan kasus pembunuhan Munir dan juga perlindungan HAM dalam pemerintahan Jokowi.
"Ketiadaan komitmen atas penuntasan kasus pelanggaran HAM dan pemenuhan keadilan korban tercermin jelas dalam pemberian pembebasan bersyarat tersebut," kata Putri di Kantor Kontras, Jakarta, Minggu (30/11/2014).
Putri menilai MenkumHAM Yasonna Laoly yang melalui SK-nya tertanggal 13 November 2014 itu hanya melihat aspek yuridis pemberian hak narapidana semata. Yaitu hak mendapatkan pembebasan bersyarat. Namun, Yasonna tidak melihat sejauh mana penuntasan kasus pembunuhan Munir tersebut.
"Hingga kini penyelesaiannya belum sampai menyeret otak pelaku pembunuhan ke meja hijau. Padahal dalam laporan TPF disebutkan bahwa kejahatan ini sistematis," jelas Putri.
Menurut Putri, yang paling penting ialah memastikan bukti, saksi, dan pelaku yang ada terutama Pollycarpus untuk diolah lebih jauh. Selain itu juga sifat kejahatan yang dilakukan Polly merupakan tindakan kejahatan atas kemanusiaan.
Mantan pilot Maskapai Garuda Indonesia Pollycarpus Budihari Prijanto yang divonis sebagai pembunuh aktivis HAM Munir sebelumnya mengaku tidak bersalah atas perbuatannya. Polly mendapatkan pembebasan bersyarat setelah dianggap menjalani 2/3 masa tahanannya. Padahal, Polly baru menjalani 8 tahun hukuman dari vonis 14 tahun yang dijatuhkan Mahkamah Agung.
Dirinya juga menegaskan, kebebasannya sesuai dengan prosedur yang ada yakni sesuai SK Menkumham Nomor: W.11.PK.01.05.06-0028 Tahun 2014. (Ali/Mut)
Pollycarpus Bebas Jadi Sinyal Bahaya Perlindungan HAM Era Jokowi
Kontras menilai pembebasan bersyarat Pollycarpus menjadi sinyal bahaya terhadap penuntasan kasus pembunuhan Munir.
Advertisement