Liputan6.com, Jakarta - Pembebasan bersyarat terdakwa pembunuh aktivis HAM Munir Thalib, Pollycarpus Budihari Prijanto, menimbulkan pro dan kontra. Dia dianggap belum layak dibebaskan karena belum menjalani batas minimal 2/3 masa hukuman sesuai vonis yang dijatuhkan yaitu 14 tahun penjara.
Meski demikian, Hafid Abbas selaku Ketua Komnas HAM menegaskan, bebas bersyarat yang diberikan kepada Pollycarpus jika dilihat dari prinsip HAM dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait hak asasi narapidana, hal tersebut sudah benar.
"Sesuai dengan prinsip-prinsip HAM pada Sidang Umum PBB terkait prisoner to humanity, tidak boleh ada diskriminasi terhadap napi. Kalau dilihat (Polly) kelakuan baik, kemudian sudah menjalankan 2/3 hukumnya, dia punya hak juga. Persoalan hukum itu kan bukan di penjara, tapi divonis. Jadi jangan juga mengganggu kebebasan hak napi ini," ujar Hafid saat dihubungi Liputan6.com, Minggu (30/11/2014).
Meski demikian, menurut Hafid, perlu ada konfirmasi dari Kementerian Hukum dan HAM, terkait pemberian remisi. Apakah untuk kejahatan yang dilakukan Polly, remisi layak diberikan atau tidak.
"Aturan Kemenkum HAM kan memberlakukan pelarangan pemberian remisi terhadap kejahatan korupsi, narkoba, kemanusiaan dan kejahatan terkait dengan tindakan terorisme. Ini perlu jelas apakah kasus pembunuhan Munir merupakan kejahatan kemanusiaan atau tidak. Jika iya, berarti perlu dikaji pemberian remisi terhadap Polly," jelas dia.
Dia pun meminta, untuk kasus Polly jangan menarik kasus tersebut ke belakang. "Dia telah dihukum. Nah penjara itu bukan tempat menghukum, tapi memasyaratkan. Penjara itu seperti rumah sakit. Pandangan HAM, kalau orang itu sembuh, semakin cepat baik," jelas dia.
Ujian Jaksa Agung Prasetyo
Wakil Koodinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Chrisbiantoro turut berkomentar mengenai pembebasan bersyarat terdakwa pembunuhan aktivis HAM Munir Thalib, Pollycarpus Budihari Prijanto. Ia menilai hal itu sebagai salah satu ujian pertama bagi Jaksa Agung baru, HM Prasetyo.
Chrisbiantoro menjelaskan, pihaknya akan segera menyurati Jaksa Agung. "Kita akan menyurati Jaksa Agung (terkait pembebasan bersyarat Pollycarpus), minggu depan kita ajukan. Selain itu kita akan mengajukan PK atas PK yang membebaskan Polly. (Selain itu) membuka kembali kasus Munir, karena Kejaksaan Agung sangat penting," ujar Chris di Kantor KontraS, Jakarta, Minggu 30 November 2014.
Peran Jaksa Agung Prasetyo memang sangat diuji. Sebab, pemilihannya terus menuai pro dan kontra. Pengamat politik Ray Rangkuti juga pernah mengatakan terpilihnya Prasetyo membuat publik kecewa.
"Publik dikecewakan kembali dengan dipilihnya HM Prasetyo, yang memiliki latar belakang sebagai politikus asal partai besutan Surya Paloh sebagai jaksa agung," ujar Chrisbiantoro. (Ado/Ans)