Liputan6.com, Jakarta - Sikap Partai Golkar yang menolak Perppu Pilkada selepas Munas Bali membuat partai pimpinan Aburizal Bakrie disorot. Selain dianggap mengingkari janji pada Partai Demokrat, Golkar juga dinilai mengkhianati slogannya sendiri.
"Golkar mengkhianati slogannya sendiri. Dari 'Suara Golkar Suara Rakyat', menjadi 'Suara Golkar Suara Elite'," kata peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Adrian Sopa, Jumat (5/12/2014).
Keputusan untuk menolak Perppu Pilkada juga dianggap langkah pengingkaran janji pada Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Partai Demokrat.
"Sikap ini semakin membuat citra politik itu kotor. Seolah politik itu boleh mengkhianati perjanjian dan kesepakatan begitu saja," lanjut Adrian.
Jika hal ini dibiarkan, bukan tidak mungkin Golkar akan kehilangan pemilih. Sebab, sikap politik cenderung berseberangan dengan kehendak rakyat.
"Sikap politik Golkar ini dikhawatirkan akan menjadi blunder politik pada pemilu 2019. Publik khawatir Golkar akan ditinggal pemilihnya karena memimpin meloloskan perampasan hak rakyat melalui pilkada. Pemilih akan menghukum Golkar dengan tidak memilih pada pemilu berikutnya," tandas Adrian.
Saat penyampaian tanggapan dari DPP Partai Golkar atas pandangan umum Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) tiap DPD tingkat I dan II Golkar di Hotel Westin, Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Selasa 2 Desember malam, Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie atau Ical meminta agar Perppu Pilkada dan Pemda yang dikeluarkan SBY ditolak.
"Saya dengar, Perppu (Pilkada) itu digugat, bukan materi tapi mengenai cara untuk melaksanakan perppu itu. Kata Mahfud, kalau perppu itu dibatalkan, harus dibuat UU baru dan kemudian UU Pilkada itu berlaku kembali. Kalau itu nggak berhasil, itu akan kita perjuangkan setelah DPR reses. Sesuai usulan saudara sekalian, kita bisa menolak perppu itu," papar Ical. (Mvi/Yus)