Liputan6.com, Jakarta - Seruan untuk menolak Perppu Pilkada yang datang dari Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie, membuat Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus memutar otak.
Meski menegaskan polemik Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tak mempengaruhi anggaran pilkada, tapi KPU tak menampik kondisi ini bisa menghambat rencana pilkada serentak 2015.
"Desain Perppu ini bagus sebenarnya. Tapi situasi politik tidak membuat kita bisa.... KPU harus memutar otak lagi," kata Komisioner KPU Arief Budiman di Bogor, Jawa Barat, Minggu (7/12/2014).
Sebelumnya, KPU menargetkan pada tahun ini seluruh persoalan tentang peraturan pemilihan umum dan KPU selesai. Sehingga proses penyelenggaraan pilkada bisa langsung dimulai dari Januari 2015. Dengan demikian, pilkada dapat digelar pada September-Oktober, dan jika terjadi sengketa bisa diselesaikan paling lambat Desember.
"Kalau begini terus (kisruh Perppu di parlemen), bisa Desember (pilkada). Bagaimana kalau pelantikan kepala daerah 2016? Itu berbahaya. Catatan penting dalam Perppu adalah masyarakat harus serentak melaksanakannya 2015, 2018, dan 2020. Harus keluar Perppu lagi kalau target kita memang serentak 2020," jelas Arief.
Arief mengatakan, Perppu Pilkada harus dimaknai secara utuh. Apalagi ada pasal yang mengatur bahwa Pilkada serentak berlangsung 2015. Ini karena targetnya, kepala daerah yang terpilih pada 2015 akan berakhir masa jabatannya pada 2020. Aturan ini dibuat agar mulai 2020 mendatang, penyelenggaraan pemilu bisa efektif dan efisien.
"Oleh karena itu pelantikan seharusnya didesain 2015. Nanti di daerah-daerah itu pelantikannya berbeda-beda tanggalnya. Asal tidak melampaui tahunnya, it's oke. Kalau sudah melampaui, akan mempengaruhi penetapan tanggal keserentakan di 2020. Kalau desain Perppu tercapai, nanti akan tercapai pilkada yang efektif dan efisien," jelas Arief. (Sun)
KPU Putar Otak Gara-gara Seruan Tolak Perppu Pilkada
Aturan Pilkada dibuat agar mulai 2020 mendatang, penyelenggaraan pemilu bisa efektif dan efisien.
Advertisement