Liputan6.com, Jakarta - PPPÂ kubu Djan Faridz tidak mau terburu-buru memutuskan sikap terkait Perppu Pilkada. Hal ini berbeda dengan Partai Golkar yang menyatakan menolak perppu itu.
Sekretaris Jenderal PPP Dimyati Natakusuma mengatakan, PPP tidak bisa disamakan dengan Partai Golkar. Meski sama-sama bernaung dalam Koalisi Merah Putih (KMP), PPP punya mekanisme sendiri menentukan sikap.
"PPP dan Golkar beda. Golkar sendiri, PPP sendiri. Kita punya prinsip sendiri, kita kaji sendiri, betul-betul apakah konsepsi perppu itu sesuai tidak dengan konstitusi, sesuai tidak dengan undang-undang lainnya," kata Dimyati di Kantor DPP PPP, Jakarta, Senin (8/12/2014).
Dimyati mengatakan, tidak terlibat kesepakatan antara KMP dengan Partai Demokrat seperti yang dialami Partai Golkar. "Saya tidak tanda tangan itu. Saya tidak tahu," ungkap dia.
Dimyati memastikan, PPP belum memutuskan arah kebijakan partai soal perppu pilkada. Berbagai kajian masih terus dilakukan. Dia memastikan, PPP tidak akan abstain.
Dimyati menjelaskan, sementara ini partainya tetap ikut pada kubu yang betul-betul berjuang untuk rakyat terutama umat Islam. Di saat seperti ini, sikap politik partai akan lebih baik diputuskan dalam forum Mukernas.
"Kita dengan kondisi begini masih menentukan sikap. Mukernas nanti yang akan menentukan sikap. Mukernas nanti yang memutuskan untuk tetap di KMP atau KIH," ucap Dimyati.
Namun, Dimyati tidak menutup kemungkinan PPP akan hengkang dari KMP selepas Mukernas dilaksanakan. Dimyati juga belum berani menyebutkan PPP akan benar-benar tetap di KMP atau pindah ke KIH.
"Itu tergantung situasi. Kalau nanti KMP tidak amar ma'ruf nahi munkar (berbuat kebaikan dan mencegah kejahatan) kita ada di KIH. Kalau KIH tidak amar ma'ruf nahi munkar ya kita pasti ada di KMP. Itu saja, kita berjuang untuk rakyat buat umat. PPP fleksibel tapi Mukernas yang tentukan," tandas Dimyati. (Mvi/Ans)
PPP Djan Faridz: Kami Punya Prinsip Sendiri Soal Perppu Pilkada
Dimyati mengatakan, tidak terlibat kesepakatan antara KMP dengan Partai Demokrat seperti yang dialami Partai Golkar.
Advertisement