Sukses

Hari HAM Sedunia, Apa Kabar Munir dan Orang Hilang?

10 Desember adalah Hari HAM Sedunia. Di Indonesia, berbagai kasus pelanggaran HAM di masa lalu banyak yang belum terselesaikan.

Liputan6.com, Jakarta - Hari ini 10 Desember adalah Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia. Di Indonesia, berbagai kasus pelanggaran HAM di masa lalu banyak yang belum terselesaikan.

Seperti ditayangkan Liputan 6 Pagi SCTV, Rabu (10/12/2014), Suciwati dan Sipon adalah 2 perempuan dalam satu penantian. Mereka masing-masing menantikan keadilan untuk suaminya, Munir dan Widji Thukul.

Sudah 17 tahun penyair Widji Widodo alias Widji Thukul menghilang. Aktivis Jaringan Kerja Kesenian Rakyat (Jakker) itu menjadi salah satu dari 13 korban penghilangan orang secara paksa yang hingga kini belum diketahui rimbanya.

Selama 17 tahun pula istri Widji Thukul, Siti Diyah Sujirah alias Sipon, hidup dalam penantian. Menanti kepastian nasib suaminya. Juga menanti datangnya keadilan. Hanya lukisan, foto-foto, syair puisi, serta piagam penghargaan Yap Thiam Hien Award yang menggambarkan jejak Thukul di rumah yang ditempati Sipon dan anaknya.

Menanti keadilan juga dijalani Suciwati sejak suaminya, Munir Said Thalib, dibunuh dalam penerbangan Jakarta-Amsterdam. Aktivis HAM itu dibunuh menggunakan racun arsenik, 10 tahun lalu. Munir merupakan aktivis HAM yang gigih memperjuangkan korban penghilangan orang secara paksa melalui lembaga Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras).

Museum Omah Munir di Jalan Bukit Berbunga, Kota Batu, Jawa Timur inilah yang menjadi pertanda bahwa semangat perjuangan Munir tetap hadir. Meski 10 tahun berlalu, dalang pembunuhan Munir belum juga terungkap.

Ironisnya, eksekutor pembunuhan Munir, Pollycarpus Budihari Priyanto, malah mendapat pembebasan bersyarat dari Pemerintah RI.

Kasus pembunuhan Munir dan kasus penghilangan orang secara paksa telah menjadi kabut gelap bagi penegakkan HAM di tanah air.

Upaya menagih peran negara untuk menuntaskan kasus orang hilang tak pernah surut. Aksi Kamisan yang rutin digelar di pelataran Monumen Nasional menghadap Istana Merdeka adalah salah satunya.

Sebenarnya sejumlah upaya telah dilakukan. Di antaranya penyelidikan oleh Komnas HAM berdasarkan Undang-undang nomor 26 tahun 2000 dan hasilnya telah diserahkan ke Kejaksaan Agung pada 2006.

Pansus DPR juga telah merekomendasikan pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc dan pencarian korban orang hilang. Sebanyak 11 Anggota tim mawar dari kesatuan Kopassus Grup 4 juga sudah diseret ke Mahkamah Militer. Namun kenyataannya, hingga kini belum ada langkah nyata untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM ini.

Kasus pembunuhan Munir juga makin gelap. Pollycarpus menjadi satu-satunya pelaku utama pembunuhan yang dijatuhi hukuman. Ia dinyatakan telah menaruh racun arsenik dalam minuman Munir saat transit di Bandara Changi Singapura.

Namun pemberi perintah atau dalang pembunuhan tak pernah bisa dihukum. Padahal sebelum pembunuhan, Pollycarpus diketahui berkomunikasi dengan agen intelijen senior.

Tahun 2008, mantan Danjen Kopassus Muchdi PR ditangkap. Meski berbagai bukti mengarah padanya, namun Muchdi divonis bebas. Lalu bagaimanakah komitmen pemerintahan Presiden Joko Widodo terhadap penegakan HAM?

Hakikat penegakan HAM adalah bahwa negara tidak boleh lemah. Negara tidak boleh dikalahkan. Dan pada pemerintahan baru rakyat tetap bisa menagih dan bertanya: Apa kabar kasus Munir dan kasus penghilangan orang secara paksa? (Nfs/Sun)