Sukses

Polisi Beri Ruang Mediasi Pemred Jakarta Post dan Pelapor

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Rikwanto mengatakan, penyidikan terhadap kasus dugaan penistaan agama tetap berjalan.

Liputan6.com, Jakarta - Pemimpin Redaksi Jakarta Post Medyatama Suryodiningrat kini berstatus tersangka terkait dugaan penistaan agama. Meski sudah masuk ranah pidana, polisi tetap memberi ruang mediasi dengan pelapor melalui Dewan Pers, sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik atau KEJ.

Medyatama diduga melakukan penistaan Agama Islam melalui kartun dalam pemberitaan pada bulan Juli 2014.

"Untuk itu pada Senin minggu depan untuk Pemred Jakarta Post akan dipanggil sebagai tersangka menjalani pemeriksaan. Di situ ada keterangan melanggar Kode Etik Jurnalistik Pasal 8. Itu juga digunakan, memang undang-undang pers didahulukan," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Rikwanto di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (12/12/2014).

Rikwanto mengatakan, proses mediasi antara tersangka dan pelapor itu memang bisa dilakukan. Sementara, penyidikan terhadap kasus dugaan penistaan agama juga tetap berjalan sesuai dengan prosedur.

"Silakan, penyidikan berjalan karena memang ada pelapor. Pelapor yang dirugikan dan unsur-unsur pasal yang dituduhkan masuk Pasal 156a. Kemudian undang-undang pers juga dikedepankan. Mungkin bisa dijadikan atau didapatkan jalan keluar terhadap sengketa yang ada," lanjut dia.

Menurut Rikwanto, Medyatama memang sudah ditetapkan menjadi tersangka. Tapi, sampai saat ini polisi belum melakukan penahanan terhadap tersangka.

"Nggak semudah itu menahan orang. Pendapat ahli menyatakan permintaan maaf di media tersebut dua kali sudah dilaksanakan Jakarta Post itu tidak otomatis menghapus pidananya. Makanya tetap kita membrikan ruang untuk mediasi. Ini juga ada pelapor dan terlapor," tandas Rikwanto.

Pada 8 Juli 2014, Jakarta Post telah meminta maaf, dalam dua bahasa, terkait pemberitaan yang dinilai sebagai penistaan agama. Jakarta Post juga menyesali pemberitaan dalam bentuk kartun tersebut.

Dalam kasus ini, Medyatama dijerat dengan Pasal 156a KUHP tentang Penistaan Agama. Mengacu pada pasal tersebut, Medyatama terancam 5 tahun penjara.

Kasus ini bermula dari Korps Mubaligh Jakarta (KMJ) yang melaporkan Medyatama Suryodiningrat selaku Pemimpin Redaksi Jakarta Post ke Bareskrim Mabes Polri, Selasa 15 Juli 2014 lalu.

Para mubaligh itu menilai, Medyatama dengan sengaja melakukan penistaan Agama Islam melalui kartun yang dimuat dalam pemberitaan Jakarta Post pada Kamis 3 Juli 2014.

Medyatama pun mengaku sangat terkejut pada saat mendengar kabar dirinya ditetapkan sebagai tersangka kasus ini. Sebab, pihaknya merasa tidak melakukan tindak pidana, namun hanya melakukan kerja jurnalistik yang mengkritisi gerakan ISIS. Bahkan, pihaknya sudah meminta maaf kepada publik terkait pemberitaan tersebut.

"Kami merasa sangat terkejut karena faktanya kami tidak melakukan tindak pidana seperti yang dituduhkan kepada kami, karena sesungguhnya yg kami lakukan adalah kerja jurnalistik yang mengkritik gerakan ISIS yang kemudian menjadi organisasi yang dilarang pemerintah," ujar dia dalam pesan singkatnya, Kamis 11 Desember malam.

"Kami sudah mendapat informasi mengenai hal ini dan saat ini kami sedang mempelajarinya," imbuh dia.

Bahkan, kata Medyatama, pihaknya sudah menerima pendapat dari Dewan Pers yang menyatakan bahwa kasus ini sebenarnya hanya terkait kode etik jurnalistik, yang berarti tidak termasuk tindak pidana. Sehingga hal ini seharusnya merupakan ranah dewan pers. "Namun, kami menghormati proses yang berjalan dan karenanya kami akan mengikuti proses yang berlangsung sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku," pungkas Medyatama. (Rmn/Mut)