Liputan6.com, Lombok - Berbagai respon muncul setelah Bupati Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) Zaini Arony ditetapkan sebagai tersangka, terkait kasusdugaan pemerasan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kepala Badan Ketahanan Pangan Pemerintah Kabupaten Lombok Barat Lalu Winengan mengatakan, KPK terlalu dini menetapkan Zaini sebagai tersangka. Seharusnya sebelum ditetapkan tersangka, KPK menyelidiki terlebih dahulu kebenaran kasus ini.
"KPK terlalu cepat menetapkan Zaini Arony sebagai tersangka, seharusnya KPK menyelidiki dulu benar tidak kasus itu, jangan ditetapkan baru dilakukan penyidikan," kata dia, Lombok Barat, NTB, Jumat (12/12/2014) malam.
Winengan juga menyindir kinerja KPK yang hanya menetapkan tersangka kasus kecil saja, seperti dugaan pemerasan yang dilakukan Bupati Lombok Barat ini. Sedangkan kasus besar tidak pernah dibuka.
"Toh belum tentu dia melakukan itu dan KPK jangan cuma usut kasus kecil saja, sedangkan kasus yang besar dibiarkan," kata dia.
Bupati Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) Zaini Arony ditetapkan sebagai tersangka, terkait kasus dugaan pemerasan proses permohonan izin pengembangan kawasan wisata di Lombok Barat.
Penetapan Tersangka
Baca Juga
Juru Bicara KPK Johan Budi SP sebelumnya mengatakan, penetapan tersangka kepada politikus Partai Golkar itu diberlakukan, setelah KPK menemukan 2 alat bukti yang cukup pasca-menggelar ekspose.
"Setelah melakukan penyelidikan, ditemukan 2 alat bukti permulaan yang cukup yang disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan ZAR, Bupati Lombok Barat," kata Johan.
Johan menjelaskan, Zaini yang menjabat bupati Lombok Barat selama 2 periode yakni 2009-2014 dan 2014-2019, diduga melakukan pemerasan terhadap seorang pengusaha yang hendak mengembangkan kawasan wisata di Lombok Barat.
"Ini soal izin untuk kawasan wisata di Lombok Barat. Yang diperas itu seorang pengusaha. Jadi pengusaha ini ingin mengembangkan tempat wisata itu, meminta izin kawasan kepada ZAR," pungkas Johan.
Advertisement
Menurut Johan, Zaini diduga melakukan pemerasan terhadap seorang pengusaha, yang hendak mengembangkan kawasan wisata di Lombok Barat. Namun, Johan tidak mau membeberkan identitas pengusaha dan nama perusahaan yang diperas tersebut.
Kata Johan, Zaini yang menjabat Bupati Lombok Barat selama 2 periode -- 2009-2014 dan 2014-2019 -- itu diduga telah melakukan pemerasan beberapa kali. Sebab, uang yang diduga diterima Zaini mencapai sekitar Rp 1,5 miliar hingga Rp 2 miliar.
Zaini dijerat dengan Pasal 12 huruf e atau Pasal 23 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 421 KUHP Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (Rmn)