Sukses

Komnas HAM: Majelis Hakim Harus Independen Putuskan Kasus JIS

Komnas HAM telah melakukan investigasi terhadap kasus JIS.

Liputan6.com, Jakarta - Komnas HAM mengharapkan majelis hakim dalam persidangan kasus pelecehan seksual di Jakarta Internatonal School (JIS) tetap independen dan mampu mengungkap kebenaran yang sesungguhnya. Rencananya, majelis hakim akan memutuskan kasus ini pada Senin, 22 Desember 2014.

Anggota Komnas HAM, Nurcholis mengatakan vonis yang akan dipersiapkan harus berdasarkan fakta di persidangan. "Kita harapkan majelis hakim kasus JIS tetap independen sesuai proses persidangan," kata Nurcholis di Jakarta, Jumat (19/12/2014).

Dia mengakui, Komnas HAM sudah melakukan investigasi terhadap kasus JIS. Dalam kasus JIS ada 3 tahapan yang menjadi perhatian lembaganya.

Pertama, kebenaran peristiwa pelecehan seksual terhadap korban MAK, murid sekolah TK JIS. Kedua, proses penyelidikan di kepolisian. Ketiga, adalah proses persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pihaknya sudah memantau proses persidangan kasus JIS.

"Kami sedang menyusun laporan dan sudah dalam tahap akhir. Perdebatan di antara kami cukup alot," ujar Nurcholis.

Nurcholis mengakui salah satu perdebatan tersebut adalah tidak adanya bukti kuat saat proses persidangan. Hal itu terungkap oleh saksi ahli yang diundang dalam persidangan seperti ahli forensik dan psikologi anak.

"Untuk itu, sangat diperlukan independensi majelis hakim supaya vonis sesuai fakta walaupun tuntutan JPU begitu," kata Nurcholis.

Komnas HAM menegaskan hasil investigasi tersebut selesai sebelum putusan majelis hakim. Hal ini untuk memberikan masukan penting terhadap kasus JIS tersebut.

"Kita usahakan hasilnya bisa selesai sebelum putusan majelis hakim, supaya bermanfaat. Kita akan berikan hasilnya ke majelis hakim, kejaksaan, kepolisian, JIS, kedutaan-kedutaan besar," ujar Nurcholis.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebelumnya membacakan tuntutan 10 tahun penjara dan denda Rp 100 juta dengan subsider 3 bulan kurungan terhadap terdakwa Zainal, Afriska, Awan, Agun dan Syahrial.

Jaksa menggunakan Pasal 82 Undang-Undang 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak juncto 55 ayat 1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. Para terdakwa diduga melakukan sodomi terhadap MAK sebanyak 13 kali dalam periode Desember 2013 hingga bulan Maret 2014.

Patra M. Zen, kuasa hukum Virgiawan Amin dan Agun Iskandar mengaku tak habis pikir dengan jalan pikiran Jaksa. "Bagaimana mungkin seorang perempuan terbukti melakukan sodomi? Kasus ini bisa masuk guiness books of records karena berbagai macam keanehannya," ujar Patra.