Liputan6.com, Jakarta - Kasus perampokan di dalam taksi putih yang sempat membuat masyarakat khawatir dan resah akhirnya berhasil dibongkar oleh pihak kepolisian. Para tersangka pun berhasil diungkap oleh Polda Metro Jaya, mereka adalah ED dan ST. Aparat juga menangkap AS yang diduga merupakan sopir taksi salah satu perusahaan taksi terkemuka di Jakarta.
Melihat kasus tersebut, Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menganggap kasus tersebut bukan hanya persoalan kriminal semata, namun juga tidak menutup kemungkinan ada motif persaingan usaha di dalamnya.
"Dugaan ke sana ada, meskipun masih harus didalami lagi," ujar Wakil Ketua Bidang Riset dan Advokasi MTI, Djoko Setijowarno, melalui keterangan tertulis yang diterima Sabtu (20/12/2014).
Lalu bagaimana untuk membuktikan kalau ada motif persaingan usaha dalam kasus tersebut? Djoko mengatakan hal itu sulit untuk dibuktikan. "Ibarat kentut tak berbunyi. Baunya ada, tapi suaranya tak ada. Jadi sulit dibuktikan," ujar Djoko.
Dia menilai dalam persaingan usaha antar perusahaan taksi, tak bisa dipungkiri adanya persaingan tidak sehat, bentuknya adalah merusak perusahaan taksi yang dianggap sebagai pesaing.
Strategi yang digunakan itu, menurut Djoko, dilakukan oleh perusahaan yang menyusup ke dalam perusahaan taksi yang menjadi pesaingnya. Kemudian dilakukanlah perusakan sehingga citra perusahaan pesaing rusak. "Konsumen akhirnya menilai perusahaan taksi ini tidak layak. Akhirnya perusahaan taksi besar yang mendominasi konsumen," kata dia.
Kata dia, cara tersebut bukanlah hal baru dan telah terjadi sebelum kasus perampokan di taksi putih terjadi. "Ini sudah saya dengar sejak lama. Pola seperti ini terjadi di daerah-daerah, perusahaan taksi di daerah tak mampu melawan pesaingnya yang tiba-tiba masuk dan merebut penumpang," ucap dia.
Ditambahkan Djoko, cara seperti itu secara etika bisnis transportasi tidak dibenarkan dan sesuatu yang sangat dilarang keras. Menurut dia, boleh saja perusahaan taksi besar masuk, akan tetapi harus merangkul pengusaha kecil di sana.
"Agar ada simbiosis mutualisme. Masyarakat di daerah pun semakin dilibatkan dalam membangun bisnis," tutur dia.
Beda Pelat Nomor
Advertisement
Kuasa hukum Taksi Express, Berman Limbong sebelumnya telah menegaskan mobil yang digunakan untuk perampokan bukan milik perusahaannya. "Bukan milik Express, dengan mempergunakan jam dan waktu bersamaan, unit taksi kami di tempat berbeda tidak di lokasi kejadian," ujar Berman.
Limbong pun mempertanyakan, sampai saat ini keberadaan barang bukti taksi putih belum diketahui ada di mana. Artinya menurut Limbong, kalau memang itu mobil Express, pihaknya tentunya akan diundang untuk menyaksikan bersama-sama. "Jadi yang dipertanyakan, apakah benar itu mobil Express yang hilang, sesuai dengan laporan polisi No: 205 di Polsek Setiabudi pada 24 November 2014," ucapnya.
Limbong menegaskan, kalau dasar mobil itu bukan milik Express, karena berbicara fakta yang ada, terkait adanya kehilangan satu unit mobil Express yang sudah dilaporkan pada 21 November 2014.
"Kami laporkan ke Polsek Setiabudi pada 24 November, dengan nomor polisi: B 1733 KTD, dengan nomor lambung: BD 6075. Itu dari segi bukti formalnya. Artinya sepanjang pihak-pihak yang membangun rumor tidak bisa membuktikan bahwa mobil itu adalah yang kami laporkan," ucap Berman Limbong.
Sementara taksi yang dipakai tersangka S untuk merampok berpelat nomor depan B 1147 TDL, dibelakang: B 3317 K. "Jadi sangat jauh dari nomor polisi saja sudah beda, dan nomor lambungnya 8015. Jadi ada duplikasi daripada nomor lambung mobil express yang aktif,” imbuhnya.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Rikwanto sebelumnya menuturkan, pihaknya terus melakukan pencarian terhadap taksi Express curian yang digunakan untuk melakukan perampokan. Diduga kuat, taksi sudah disembunyikan atau dibongkar.
"Taksi yang dicuri untuk perampokan belum ditemukan, masih dicari. (Dibongkar) Itu mungkin saja, namun ciri khas masih ada warna putih paling tidak ini mobilnya. Taksi putih tersebut jadi atensi dari petugas di lapangan," tandas Rikwanto. (Riz/Tnt)