Sukses

Terbukti Korupsi, Eks Deputi Teknik BPKS Divonis 6 Tahun Bui

Majelis hakim menilai, Ramadhani Ismy terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi ‎dalam proyek pembangunan Dermaga Sabang.

Liputan6.com, Jakarta - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjatuhkan vonis 6 tahun penjara kepada mantan Deputi Teknik Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) Ramadhani Ismy. Ismy juga divonis denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.

"Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Ramadhani Ismy selama 6 tahun dikurangi dari masa tahanan seluruhnya," ucap Ketua Majelis Hakim Saiful Arif saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (22/12/2014).

Majelis hakim menilai, Ismy terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi ‎dalam proyek pembangunan Dermaga Sabang pada Kawasan Pelabuhan dan Perdagangan Bebas Sabang sejak 2006- 2011. Dia dianggap telah menyalahgunakan kewenangan sehingga menimbulkan kerugian negara.

Dalam amar putusannya, majelis hakim juga mengganjar Ismy dengan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp 3,2 miliar. Dengan ketentuan jika tidak dibayar setelah memiliki kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita dan dirampas untuk negara.

Dalam vonis ini, majelis hakim juga mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan kepada Ismy. Hal yang memberatkan, yakni perbuatan Ismy dinilai tidak mendukung pemerintah yang tengah giat-giatnya memberantas korupsi. Sedangkan yang meringankan, Ismy dianggap berlaku sopan dalam persidangan.

Ismy tak mengajukan banding atas vonis tersebut. Bahkan, Ismy bersyukur tak dihukum lebih berat atas tindakannya‎ yang mengentit atau mencolong uang haram ini. "Alhamdulillah, tidak banding dan menerima semua putusan ini," ucap Ismy.

Sementara itu, jaksa KPK menyatakan pikir-pikir atas vonis yang dijatuhkan hakim tersebut.

Rincian Kasus

Majelis Hakim menerangkan bahwa Ismy selaku Pejabat Pembuat Komitmen dalam pekerjaan proyek pembangunan Dermaga Sabang tahun 2006-2011 terbukti melakukan korupsi. Akibat penyimpangan pada proyek ini, negara mengalami kerugian sebesar Rp 313,345 miliar.

Kerugian ini terjadi karena 3 hal. Pertama, selisih penerimaan riil dan biaya riil 2006-2011 sebesar Rp 287,270 miliar. Kedua, kekurangan volume terpasang 2006-2011 sebesar Rp 15,912 miliar. Ketiga, penggelembungan harga satuan dan volume pada kontrak subkontraktor sebesar Rp 10,162 miliar.

Dalam uraiannya, majelis hakim menjelaskan bahwa BPKS mendapat alokasi anggaran pembangunan Dermaga Sabang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara pada 2004. Dalam proses pengadaan barang/jasa pembangunan konstruksi Dermaga Bongkar Sabang, Ismy diangkat sebagai sekretaris panitia pengadaan dengan pimpinan proyek Zulkarnain Nyak Abbas.

Kepala BPKS Zubir Sahim sebelum pelaksanaan lelang melakukan kesepakatan dengan Kepala PT Nindya Karya cabang Sumatera Utara dan Aceh, Heru Sulaksono. Mereka berjanji proyek pembangunan bakal diserahkan kepada PT Nindya Karya. Namun, perusahaan pelat merah itu dalam praktiknya disebutkan juga mengoper beberapa pekerjaan utama dan menggelembungkan harga.

Tak hanya itu, mereka juga disebut membentuk joint operation (kerja sama operasi) dengan perusahaan lokal, PT Tuah Sejati, yang kemudian dinamakan Nindya-Sejati JO. Setelah JO terbentuk, Zubir Sahim memerintahkan Zulkarnaen Nyak Abbas memenangkan Nindya Sejati JO dalam proses pelelangan. Kemudian Zulkarnaen Nyak Abbas meminta Nindya-Sejati JO memasukkan penawaran dan mencari perusahaan pendamping.

Zulkarnaen kemudian memerintahkan Ismy membuat administrasi pelelangan pekerjaan konstruksi Dermaga Bongkar Sabang guna memenuhi kelengkapan administrasi pelelangan. Atas perintah itu, Ismy membuat kelengkapan administrasi pelelangan dan meminta panitia pengadaan, pihak Nindya Sejati JO, dan empat perusahaan pendamping (PT Pelita Nusa Perkasa, PT Reka Bunga, PT Flamboyan Huma Arya dan PT Bina Pratama Persada) menandatangani dokumen pelelangan agar seolah-olah telah dilakukan proses pelelangan.

Zulkarnaen selaku pimpinan proyek kemudian menetapkan Nindya Sejati JO sebagai pemenang lelang pada 8 Juli 2004. Heru Sulaksono bersama Zulkarnaen kemudian meneken surat perjanjian kerja jasa konstruksi dengan nilai kontrak Rp 7,105 miliar. (Riz/Sss)