Liputan6.com, Jakarta - Dua dari lima terdakwa yang merupakan petugas kebersihan PT ISS menyatakan banding terhadap putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan terkait kasus dugaan kekerasan seksual di Jakarta International School (JIS).‎ Mereka menilai putusan majelis hakim tidak sesuai dengan fakta-fakta persidangan.
Kuasa hukum terdakwa Virgiawan Amin dan Agun Iskandar, Saut Rajaguguk sangat menyayangkan hakim dalam memutuskan telah mengabaikan fakta-fakta persidangan. Karena itu demi keadilan, kebenaran dan masa depan mereka pihaknya akan mengajukan banding terhadap putusan majelis hakim.
"Kami akan mengajukan permintaan untuk re-hearing (mengadili ulang) ke Pengadilan Tinggi Jakarta Selatan, agar para hakim dapat melihat bukti dan fakta-fakta yang begitu jelas yang mendukung tidak terjadinya kekerasan seksual," kata Saut di Jakarta, Senin (22/12/2014).
Sebelumnya majelis hakim menyatakan bahwa kelima pekerja kebersihan PT ISS terbukti melakukan tindak kekerasan seksual terhadap MAK, siswa TK Jakarta International School (JIS). Majelis menghukum kelima terdakwa masing-masing hukuman penjara untuk terdakwa Afrisca selama 7 tahun dengan denda sebesar Rp 100 juta subsider 3 bulan, sedangkan Syahrial, Virgiawan Amin, Zainal Abidin dan Agun Iskandar selama 8 tahun dengan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan.
Saut mengatakan, kontruksi dan dasar putusan majelis hakim hanya mengikuti alur cerita yang telah disusun oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Padahal cerita yang digunakan Jaksa dalam menyusun tuntutan tidak sesuai dengan fakta-fakta yang terungkap selama 19 kali sidang.
Lebih jauh Saut menjelaskan, secara psikologi, Seto Mulyadi seorang psikolog senior yang hadir sebagai saksi menegaskan, karena faktor traumatik, tidak mungkin seorang anak setelah disodomi akan kembali ke lokasi di mana peristiwa itu terjadi. Sementara faktanya, selama periode Desember 2013-Maret 2014, masa dimana kasus sodomi diduga terjadi, korban MAK tetap ceria ke sekolah.
Tak hanya itu, kata Saut, Dr Ferryal Basbesth Ahli Forensik yang menjadi saksi ahli sidang kasus ini menyatakan, kasus sodomi di JIS ini tidak lazim. Menurutnya hampir semua kasus pedofilia pelakunya tunggal dengan jumlah korban banyak. Tapi dalam kasus ini pelakunya banyak korbannya hanya satu.
"Dengan semua keanehan yang terjadi dalam kasus JIS, sulit bagi kami membayangkan putusan hakim akan seperti ini. Putusan ini benar-benar menjadi kado paling pahit bagi penegakan hukum di akhir tahun 2014," ujar Saut.
Salah satu kuasa hukum Virgiawan dan Agun lainnya, Mada Mardanus menambahkan, jika dalam putusan hukum sudah tidak memperhatikan fakta-fakta dan bukti-bukti persidangan, maka seharusnya sidang tak perlu lagi digelar. Menurut Mada, lebih baik majelis hakim langsung memutus sejak awal bahwa pekerja kebersihan ini salah dan harus dihukum.
"Biar orang-orang yang ingin menikmati keuntungan dari derita pekerja kebersihan ini puas," kata Mada.
Selama 19 kali persidangan, seluruh fakta dan saksi kunci tidak berhasil membuktikan adanya dugaan sodomi seperti yang dituduhkan kepada para terdakwa. Salah satunya, majelis hakim dalam memutuskan kasus ini bersandar pada kesaksian anak, bernama Alex. Dia mengaku melihat MAK disodomi para terdakwa. Pertimbangan Hakim menimbulkan banyak pertanyaan menurut kuasa hukum.
‎Karena menurut hukum, kesaksian anak bukanlah alat bukti yang sah. Kesaksian anak hanya merupakan bukti tambahan bila kesaksian anak itu memperkuat alat bukti sah lainnya. Dalam kasus ini, tidak ada alat bukti yang sah yang menunjukkan terjadinya sodomi.
Kuasa Hukum 2 Terdakwa Kasus JIS Akan Ajukan Banding
Kuasa hukum 2 terdakwa Virgiawan Amin dan Agun Iskandar menilai putusan majelis hakim tidak sesuai dengan fakta-fakta persidangan.
Advertisement