Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta Mas'ud Halim mengkritik proses rekrutmen hakim agung yang dilakukan Komisi Yudisial (KY) selama ini. Kritikan itu disampaikan Mas'ud kepada Komisi III DPR.
"Ini soal rekrutmen hakim agung, ternyata yang dipilih-pilih oleh KY bukan orang yang baik. Hakim-hakim karier yang dipilih KY ternyata kena masalah. Yang baik-baik malah tidak terpilih," kata Mas'ud dalam Rapat Kerja Kunjungan Komisi III DPR dengan 4 Lingkungan Peradilan se-Wilayah Provinsi DKI Jakarta di Kantor PT DKI Jakarta, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Selasa (23/12/2014).
Mas'ud menilai para hakim tinggi menjadi pesimis untuk mendaftarkan diri menjadi calon hakim agung. Sebab, kata dia, penentuan siapa yang terpilih jadi hakim agung hanya berdasarkan 'selera' para komisioner KY.
"Jadi yang di sini jadi pesimis dengan rekrutmen hakim agung oleh KY. Itu (rekrutmen) hanya berdasarkan seleranya komisioner KY," ucap Mas'ud.
Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin mengatakan bahwa mengenai hal itu pihaknya akan menerima keluhan dan masukan dari para hakim tinggi di PT DKI. Termasuk soal kritikan terhadap proses rekrutmen hakim agung yang dilakukan KY selama ini.
"Ya nanti kita wacanakan dengan KY. Sejauh ini ada kritikan-kritikan (terhadap rekrutmen hakim agung) yang perlu kita tindaklanjuti," ucap politikus Partai Golkar itu.
Penilaian Bukan Hanya dari KY
Menanggapi hal itu, Komisioner KY Bidang Rekrutmen Hakim Taufiqqurahman Syahuri menyarankan Mas'ud lebih baik ikut terlebih dahulu seleksi calon hakim agung. Sehingga tahu bagaimana mekanisme seleksi tersebut dari KY.
"Sebaiknya dia diminta ikut dulu biar tahu mekanisme seleksi calon hakim agung di KY yang akuntabel, transparan, dan partisipatif," ucap Taufiq dalam pesan singkatnya kepada Liputan6.com.
Taufiq mengatakan, pihaknya tidak bisa menjamin para hakim agung yang terpilih tak kena masalah. Sebagaimana yang diutarakan Mas'ud, bahwa orang-orang yang dipilih KY jadi hakim agung ternyata banyak yang kena masalah.
"Belakangan kena masalah bisa saja terjadi. Kami tidak bisa menjamin itu setelah (yang bersangkutan) jadi hakim agung," kata Taufiq.
Taufiq menjelaskan rinci bahwa penilaian seleksi calon hakim agung bukan hanya dari KY semata. Misalnya, dari studi kasus hukum, penilainya adalah para mantan hakim agung. Kemudian untuk makalah di tempat, penilainya berasal dari akademisi. Profil assesment calon, penilainya adalah konsultan kredibel. Untuk harta kekayaan yang nilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Lalu wawancara terbuka penilainya terdiri atas ahli, negarawan, dan mantan hakim agung.
"Sementara untuk rekam jejak si calon, KY blusukan ke tempat kerja dan rumah si calon," tandas Taufik. (Riz)
Rekrutmen Hakim Dikritik, Ini Tanggapan KY
Wakil Ketua Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta Mas'ud Halim menilai hakim yang dipilih oleh KY bukan orang yang baik.
Advertisement