Liputan6.com, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) akan melaporkan 5 hakim dalam kasus dugaan kekerasaan seksual di Jakarta International School (JIS) kepada Komisi Yudisial (KY). Hal itu diungkapkan Koordinator KontraS, Haris Azhar, yang menilai pertimbangan majelis hakim mengambil keputusan ini hanya berdasarkan BAP yang disusun oleh polisi tanpa mempertimbangkan fakta-fakta dan keterangan para saksi selama persidangan.
"Kami mengikuti terus proses hukum kasus ini. Apa yang diputuskan hakim sangat tidak berdasar dan menimbulkan banyak pertanyaan di masyarakat. Kami akan melaporkan seluruh hakim ke KY agar terungkap apa sebenarnya motif kasus ini, pidana atau uang yang sangat besar itu (1,5 triliun)," kata Hariz, Jakarta, Selasa (23/12/2014).
Adapun 5 hakim yang memimpin persidangan kasus petugas kebersihan PT ISS ini adalah Ahmad Yunus, SH., Usman, SH, Nelson Sianturi, SH., Dr. Yanto, SH., MH, Handri Anik Effendi, SH. Haris menegaskan, berdasarkan investigasi yang dilakukan KontraS, kasus JIS ini diduga sudah salah prosedur sejak awal. Salah satu indikasinya adalah pernyataan dari para pekerja kebersihan tentang adanya penyiksaan selama proses penyidikan di polisi. Bahkan salah satu pekerja kebersihan meninggal di Polda Metro Jaya.
"Kematian Azwar harus diungkap, dilakukan otopsi oleh tim independen agar kasus ini terang benderang. Dugaan adanya pelanggaran HAM dalam kasus ini sangat terasa," ungkap Hariz.
Selain melaporkan majelis hakim ke KY, KontraS juga akan melakukan pemeriksaan terhadap putusan hakim dengan melibatkan para pakar hukum. Langkah ini dilakukan untuk mendapat gambaran yang utuh terhadap proses peradilan kasus JIS hingga penetapan putusan yang tidak lazim.
"Bulan Januari 2015 kami akan lakukan eksaminasi (pemeriksaan) kasus JIS, agar kebenaran dan keadilan itu sebuah fakta, bukan rekayasa," tambah Hariz.
Senin 22 Desember 2014 kemarin, majelis hakim PN Jakarta Selatan memvonis 5 pekerja kebersihan PT ISS dengan hukuman 7 tahun penjara untuk Afrischa dan masing-masing 8 tahun penjara kepada Virgiawan Amin, Agun Iskandar, Syahrial dan Zainal Abidin.
Kelima pekerja kebersihan itu juga didenda sebesar 100 juta subsider 3 bulan penjara karena dianggap terbukti melakukan perbuatan cabul terhadap bocah A.
Pertimbangan utama majelis hakim dalam memutuskan kasus ini adalah kesaksian anak, salah satunya bernama ADP yang mengatakan bahwa ia melihat bocah A dicabuli oleh para terdakwa di toilet JIS. Namun hal itu dinilai aneh karena dalam keterangannya ADP melihat pencabulan melalui lubang pintu toilet. Sementara faktanya, di balik pintu toilet itu langsung berhubungan dengan tembok, sehingga mustahil melihat kegiatan di dalam toilet.
Selain itu, majelis hakim juga mendasarkan keterangan dokter Oktavinda Safitri dari RSCM. Dalam kesaksiannya di persidangan, Oktavinda menegaskan bahwa kondisi bocah A normal. Hal ini juga sesuai visum yang dilakukannya terhadap si anak. Namun dalam keterangan yang lain Oktavinda menyatakan, meski kondisi normal, mungkin saja pencabulan tersebut terjadi.
"Jadi pekerja kebersihan ini dihukum dengan dasar kemungkinan. Sungguh sesat menghukum orang dengan cara seperti ini. Putusan hukum seharusnya diambil berdasarkan keyakinan hakim, bukan keraguan hakim seperti ini," tegas Saut Irianto Rajagukguk, salah satu pengacara pekerja kebersihan.
Saut mengatakan, dasar pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara ini hanya mengikuti BAP yang disusun oleh polisi. Sementara polisi sendiri dalam menangani kasus ini tidak menjalankan prosedur yang benar. Sebagai contoh, dalam menetapkan tersangka polisi tidak melakukan investigasi secara independen dan hanya mengikuti semua keterangan ibu korban.
Bahkan lokasi tempat kejadian perkara baru dilakukan sterilisasi sebulan setelah laporan ke polisi. Fakta lainnya, hakim menyebutkan bahwa kasus pencabulan ini terbukti karena sesuai pengakuan para terdakwa dalam BAP. Padahal, seluruh terdakwa telah mencabut BAP sejak mereka dipindahkan ke tahanan LP Cipinang, Jakarta.
Pencabutan BAP dalam kasus JIS ini didasari bahwa seluruh keterangan terdakwa diambil dalam posisi mereka mendapatkan kekerasan fisik dan penyiksaan. Bahkan salah satu pekerja kebersihan, yaitu Azwar meninggal di Polda Metro Jaya saat penyidikan dengan kondisi wajah lebam, mata bengkak dan bibir pecah bekas kekerasan. (Ans)