Sukses

Uskup Agung Jakarta Tolak Penerapan Hukuman Mati

Uskup Agung Jakarta Ignatius Suharyo menolak rencana hukuman mati karena dalam ajaran gereja hukuman mati bagi terpidana tidak pernah ada.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah menegaskan tak akan memberi ampun kepada pengedar narkoba. Jokowi bahkan menyatakan bakal menolak permohonan grasi dari  puluhan narapidana kasus narkoba yang divonis hukuman mati.

Namun, Uskup Agung Jakarta Ignatius Suharyo tak sependapat dengan langkah Jokowi. Menurut Ignatius, dalam ajaran gereja, hukuman mati bagi para terpidana tidak pernah ada.

"Saya kira, pertama menurut ajaran gereja, hukuman mati itu ditiadakan. Bahwa tidak ada seorang pun berhak atas hidup orang lain," kata Ignatius saat memberikan konferensi pers di Gereja Katedral, Jakarta Pusat, Kamis (25/12/2014).

Meski demikian, Ignatius tak menampik jika ada sejumlah negara yang menerapkan hukuman mati bagi para terpidana. Tetapi menurutnya, di setiap negara yang menerapkan hukuman mati mempunyai aturan yang selektif. Sementara, kata Ignatius, penegakan hukum di Indonesia sendiri tertinggal dengan negara-negara lain.

"Dan menurut para pembela (pengacara), sistem interogasi di pengadilan kita belum begitu maju, masih ada penyiksaan dan sebagainya. Itu tidak adil. Kalau mau buat jera, tidak harus seperti itu (eksekusi mati)," jelas Ignatius.

Dia berpendapat, pemerintah seharusnya mengkaji ulang tentang dampak dari penerapan hukuman mati tersebut. Menurut Ignatius, tidak ada jaminan dengan diberlakukannya hukuman mati dapat menekan angka kejahatan.

"Maksud saya begini, kejahatan setimpal dibalas dengan kejahatannya itu tidak menyelesaikan masalah. Hukuman mati tidak menurunkan angka kejahatan tapi kejahatan tetap saja. Teori bahwa hukuman mati membuat jera itu tidak terbukti," tandas dia.

Sebelumnya, pemerintah menegaskan akan mengeksekusi 5 dari 64 orang terpidana mati kasus narkoba yang sudah ditolak grasinya. Mereka adalah terpidana yang vonisnya sudah memiliki kekuatan hukum tetap.

"Presiden memerintahkan kepada aparat untuk melaksanakan proses hukum secara benar. Hal-hal yang sudah in kracht atau berketetapan hukum tetap harus dilaksanakan," jelas Menko Polhukam Tedjo Edy Purdjianto di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis 4 Desember lalu.

Menurut Menko Polhukam, Jokowi ingin memenuhi janjinya bahwa pemerintah akan tegas dalam menerapkan hukum. Mengenai jumlah terpidana mati, menurut Tedjo ada 64 terpidana baik WNI maupun WNA.

"Yang sudah jelas ditolak grasinya dan in kracht, memiliki  kekuatan hukum tetap 5 orang. Eksekusinya kami menunggu surat dari Kejaksaan Agung dan tanda tangan Presiden," kata dia. (Ado/Mut)