Liputan6.com, Jakarta - Pemberian remisi terhadap narapidana korupsi terus menimbulkan pro dan kontra. Jaksa Agung HM Prasetyo menegaskan, pemberian remisi tidak harus menunggu rekomendasi Kejaksaan Agung karena itu wewenang penuh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen Pas).
"Tentang adanya statemen dari beberapa pihak bahwa pemberian remisi koruptor sudah dapat rekomendasi dari kejaksaan. Saya katakan, tata cara pemberian resmisi itu tidak tergantung dan tidak harus menunggu rekomendasi dari kejaksaan karena itu wewenang penuh lapas dan Ditjen Lapas," tegas Prasetyo, di Kantor Kejaksaan Agung, Selasa (30/12/2014).
Prasetyo menilai, pihak Ditjen Pas lebih memahami perilaku para napi yang berada di lapas. Sebab, mereka yang mengawasi perilaku napi, baik narkoba, korupsi, atau pun kasus lainnya setiap hari.
"Kecuali ada beberapa napi yang mungkin tidak diberikan remisi, itu pun di luar wewenang kejaksaan, itu sepenuhnya kewenangan Dirjen Lapas. Jadi hasil pengamatan mereka setiap saat amati perilaku, dan sebagainya napi yang bersangkutan mereka bisa buat record-nya lalu dilaporkan ke dirjen lapas," lanjut dia.
Dia menerangkan, dari catatan itulah, Ditjen Pas membuat berbagai pertimbangan. Lalu sampai kepada keputusan untuk memberikan remisi termasuk besarannya.
"Jadi saya katakan, mekanisme pemberian remisi tidak harus menunggu pertimbangan rekomendasi dari kejaksaan, kecuali kemungkinan bahwa napi itu masih dalam pemeriksaan perkara lain di tangani kejaksan atau kepolisian, maka di situ paling tidak dimintakan rekomendasi," tandas HM Prasetyo.
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly memberikan remisi atau potongan masa tahanan kepada sekitar 8.900 terpidana pada Perayaan Natal 2014 ini. Namun, dari jumlah tersebut, tidak satupun yang merupakan terpidana pada kasus korupsi.
"Ada remisi hampir 9 ribu orang. 8.900 Orang. Dan dari 150Â koruptor tidak ada (yang mendapat remisi)," ujar Yasonna Laoly di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Rabu 24 Desember 2014. (Mvi/Sss)