Sukses

Kisah Pilot Helikopter Basarnas Saat Evakuasi Korban AirAsia

Sang pilot helikopter, Kapten Laut (P) Candra Budiarjo menuturkan sulitnya melakukan evakuasi saat cuaca ekstrem.

Liputan6.com, Pangkalan Bun - Tantangan besar menanti tim SAR gabungan dalam mengevakuasi korban AirAsia QZ8501 dari KRI Bung Tomo menuju Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. Beberapa helikopter yang dikerahkan tidak semuanya sanggup menjalankan misi dengan baik. Hanya helikopter jenis Dolphin milik Basarnas yang bisa mengangkut jenazah menuju darat.

Sang pilot helikopter, Kapten Laut (P) Candra Budiarjo menuturkan sulitnya melakukan evakuasi saat cuaca ekstrem seperti yang terjadi Rabu pagi di perairan sekitar Selat Karimata. Cuaca kala itu terbilang sangat buruk. Awan hujan disertai angin kencang sudah menyambut di depan mata.

Beruntung, helikopter buatan Prancis itu memiliki teknologi tercanggih saat ini. Teknologi radar dan autopilot yang membuat helikopter ini bisa bertahan di tengah terjangan angin kencang perairan Selat Karimata.

"Iya kita tadi waktu menuju ke KRI Bung Tomo untuk melaksanakan evakuasi terkendala cuaca. Tapi saat ini heli kita tercanggih, dilengkapi dengan radar cuaca. Jadi kita dipandu dengan radar dari KRI," tutur Chandra di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, Rabu (31/12/2014).

Dengan kondisi cuaca seburuk itu, lanjut Candra, panduan arah dari KRI Bung Tomo membuat dirinya lebih mudah menentukan posisi helikopter agar bisa mendarat dengan baik di KRI Bung Tomo. Yang pasti, cuaca ekstrem saat itu membuat helikopter berguncang cukup hebat.

"Yang penting kita tahu limitasi dari pesawat kita mampu landing di derajat berapa, selama itu masih masuk. Memang ketinggian ombak laut tinggi, habis itu kita punya patokan limit untuk landing keselamatan. Jadi kita punya kemiringan digrit, masih bisa masuk kita masuk, limit kita lihat dulu," jelas dia.

Dengan kerja sama yang baik antara dirinya dengan KRI Bung Tomo, helikopter berhasil mendarat mulus. 2 Jenazah yang sudah dimasukkan ke kantung mayat hitam milik Basarnas langsung diangkut sekali jalan.

"Kita ambil yang sudah dievakuasi di KRI Bung Tomo. Jadi kita tinggal ambil saja.  Langsung ambil 2 kita, sebenarnya ada 3 tapi karena tempat terbatas. Yang jadi kendala ke sana dan pulang ke sini dan terus landing perlu ekstra karena cuaca ekstrem," ujar dia.

Meski sudah bertugas sejak 2005, Chandra mengaku kondisi cuaca seperti ini termasuk yang paling sulit untuk ditaklukkan. Cuaca ekstrem menjadi salah satu penyebab utama sulitnya proses evakuasi.

"Ini termasuk sulit karena cuaca ekstrem, cuma kita terbantu dengan pesawat yang baru," tandas dia. (Ado/Ans)