Liputan6.com, Jakarta - Pertanyaan mengenai apakah Air Traffic Controller (ATC) memberikan izin kepada AirAsia QZ8501 untuk menaikan ketinggian terjawab. Perum Air Navigasi Indonesia memastikan, permintaan pilot AirAsia tersebut tidak ditolak.
"ATC tidak menolak tapi memerintahkan (QZ8501) untuk stand by," ujar Dirut Perum Air Navigasi Indonesia Bambang Tjahjono di Kantor Kementerian Perhubungan, Jumat (2/1/2015).
Keputusan tersebut, lanjut Bambang, diambil bukan tanpa dasar. Permintaan stand by diputuskan karena jalur udara yang dilewati pesawat dengan jenis Airbus tersebut berada dalam kondisi ramai.
Bambang menambahkan, permintaan untuk menaikan ketinggian pun bila diizinkan tak dapat langsung diberi. ATC harus melakukan tahapan seperti scaning jalur terlebih dahulu.
General Manager Air Traffic Service (ATS) Bandara Soekarno-Hatta Budi Hendro juga mengatakan hal serupa. "(QZ8501) Tak memberi alasan kenapa meminta naik," sebut Bambang.
"ATC tak punya kewajiban menanyakan. Kami tak perlu menanyakan dan tak punya kewajiban. Kewajiban kami hanya memberi approval atau tidak," kata dia.
Budi menjelaskan, selain itu, pilot juga tidak menjelaskan apakah pesawat berada dalam keadaan darurat atau tidak. Hal tersebut sangat berpengaruh. Sebab, bila pilot memberi tahu bahwa ada dalam situasi darurat maka ATC bisa memberi keputusan berbeda. "Lain halnya jika situasi emergency. Apa pun bisa dilakukan tapi semua harus lapor ATC," pungkas Budi.
Pesawat AirAsia rute Surabaya-Singapura hilang kontak dari Air Traffic Controller (ATC) Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Minggu 28 Desember 2014 sekitar pukul 06.17 WIB. Pesawat dengan nomor penerbangan QZ8501 itu take off dari Bandara Juanda, Surabaya, Jawa Timur pukul 05.20 WIB, dan seharusnya tiba di Bandara Changi, Singapura pukul 08.30 waktu setempat. (Mvi/Sun)