Liputan6.com, Jakarta - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamongan Laoly menyatakan, Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) tentang pembatasan peninjauan kembali (PK) adalah penegasan wewenang lembaga tersebut. Meski, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Pasal 268 ayat 3 KUHAP yang menyatakan PK hanya sekali tidak lagi memiliki kekuatan hukum.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun angkat bicara soal wacana boleh tidaknya pengajuan PK berkali-kali. Wakil Ketua KPK Zulkarnain mengatakan, PK seharusnya cukup satu kali. Menurutnya, hal ini agar hukum bisa lebih adil dan memiliki kepastian hukum bagi semua pihak.
"Memang soal PK bisa dilihat dari berbagai perspektif. Namun, dari praktik hukum pidana, PK cukup satu kali. Jelas lebih seimbang keadilan dan kepastikan hukum untuk semua pihak," ujar Zulkarnain saat dihubungi, Jumat (9/1/2015).
Menurut Zulkarnain, pengajuan PK yang berkali-kali itu hanya akal-akalan untuk menunda eksekusi.
"Biasanya yang lebih satu kali itu banyak akal-akalan untuk menunda waktu eksekusi atau sebetulnya tidak ada novum (bukti baru), sehingga berlarut-larut. Jelas ini berisiko tinggi dan merugikan negara," tandas dia.
Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Tedjo Edhy Purdijatno menyebut bahwa pihaknya sudah meminta kepada MA untuk memberi batasan PK dalam perkara pidana. Hal tersebut guna memberikan kepastian hukum, khususnya bagi terdakwa yang sudah divonis hukuman mati.
"Kami dengan Mahkamah Agung minta PK dibatasi berapa kali dan nanti kita juga minta waktunya untuk menentukan kapan kita melaksanakan putusan pengadilan. Jadi jangan tidak ada kepastian, semua harus ada kepastian," ujar Tedjo Edhy di Jakarta, Sabtu 3 Januari 2015.
Dijelaskan dia, selama ini PK bisa dilakukan berulang kali sebab tidak ada aturan yang membatasi. Dan hal inilah yang menyebabkan penegak hukum kesulitan untuk mengambil keputusan yang sudah berkekuatan hukum tetap.
"Seperti kemarin, begitu ada berita mau ada yang dihukum mati langsung semua minta PK lagi karena mereka akan mencari novum lagi. Kapan mau selesai kalau begitu?" kata Menko Polhukam. (Ado/Yus)