Liputan6.com, Sleman - Perasaan haru langsung menyergap saat Liputan6.com mendatangi rumah M Taufik Hidayat, polisi muda yang tinggal di antara kandang sapi dan kambing di Jongke Tengah RT 04 RW 23 Sendangadi Mlati Sleman, Yogyakarta.
Setelah memasuki jalan yang tidak bisa dilewati mobil besar, kami harus berjalan kaki melewati sampah dan kandang sapi untuk sampai di rumah Taufik. Setelah aroma kandang sapi terlewati, dari jauh terlihat bangunan dengan dinding yang tidak ditutupi batako seluruhnya. Kondisi rumah yang merupakan bekas kandang sapi itu terlihat memprihatinkan.
Ayah dan dua adik Taufik langsung menyambut dengan senyum. Sementara adik perempuannya, tidak terlihat karena sedang sekolah di SMKN 1 Sayegan. Sang ayah, Priyanto, menyambut kedatangan wartawan dan rombongan polisi. Sapaan sopan terucap dari lelaki paruh baya itu. "Monggo Pak," kata Priyanto.
Priyanto mengungkapkan, ia dan 4 anaknya tinggal di rumah bekas kandang sapi karena terpaksa. "Karena keadaan, tidak punya tempat tinggal ya gimana lagi," ujar ayah Taufik, Kamis (15/1/2015).
Priyanto mengaku memilih tinggal di antara puluhan kandang sapi dan kambing karena tidak ingin bergantung kepada orang lain. Ia mengaku sebenarnya memiliki sanak keluarga yang bisa memberinya tumpangan tempat tinggal yang layak di tempat mereka. Tapi keputusan sudah dibuat, tidak mau bergantung dan menyusahkan orang lain.
"Nggak pengin ke rumah saudara. Sebenarnya ada saudara punya rumah luas, tapi saya cuma pengin sendiri. Tidak ingin menyusahkan orang lain," ujar dia.
Rasa bangga terasa dari kata-kata Priyanto saat membicarakan anak sulungnya, Taufik. Ia teringat saat disuruh Taufik menampar anaknya itu, setelah sang anak lulus dari satuan kepolisian dan dilantik menjadi anggota polisi. Saat mengenang peristiwa itu, Priyanto tiba-tiba menitikkan air mata.
"Nggak ngira kalau Taufik lulus. Disuruh nampar saking senengnya kelulusan. Saya disuruh nggojlok (mukul) ini, saya nggak tega, akhirnya saya gojlok sungguhan. Saya terenyuh buk, sampai anak saya jadi ini," ujar ayah Taufik.
Priyanto mengaku, semua yang terjadi karena sikap sederhana yang selalu diajarkan kepada anak-anaknya. Prihatin, itulah kata yang selalu diucapkan Priyanto dan terekam ke kepala anak-anaknya hingga Taufik diterima di kepolisian.
"Saya prihatin istilahe orang Jawa. Betah ngeleh (kuat lapar) dikit dikit gitu lho. Ya saya nggak makan 3 hari saya lakoni supaya anak bisa makan," ujar dia sembari sesunggukan.
Pada akhir pertemuan, terucap harapan tulus dari sang ayah agar kelak anaknya dapat sekolah lagi dan bisa sukses dalam karier. Ia berharap agar anaknya dapat bekerja keras dalam menjalankan tugasnya.
"Ya harus kerja keras. Harapannya, ya moga bisa kuliah lagi sekolah lagi apa yang dicapai mundak pangkat itu lho," ungkapnya dengan polos.
Taufik, yang kini berpangkat brigadir polisi dua (bripda), mengaku tidak masalah dengan keadaan hidupnya bersama sang ayah dan adik-adiknya. Ia mengakui, rumah yang dihuninya tidak memadai untuk adik-adiknya yang masih kecil. Nyamuk sudah menjadi kawan akrab, dan ular sesekali datang ke rumahnya.
Ia pun mengaku jika keluarganya masih menggunakan sungai untuk kebutuhan MCK. "Kalau ke belakang ya di sungai sebelah rumah itu, Mas. Di sebelah timur rumah itu kan ada kali ya di situ," ujar Taufik datar. (Sun/Sss)