Sukses

Perusahaan Ini Tegaskan Tak Bersalah dalam Kebakaran Lahan

Hal ini terkait proses hukum yang berlangsung di Pengadilan Negeri Bengkalis.

Liputan6.com, Jakarta PT National Sago Prima (NSP), anak perusahaan PT Sampoerna Agro, Tbk. memberikan klarifikasi mengenai proses hukum yang berlangsung di Pengadilan Negeri Bengkalis terkait kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Kabupaten Meranti, Riau, Januari hingga Maret 2014 lalu.

PT NSP melalui tim kuasa hukumnya OC Kaligis & Associates menyatakan tidak bersalah atas seluruh tuntutan yang diajukan kepada perusahaan dan meminta agar perusahaan maupun tim manajemen dibebaskan dari seluruh dakwaan. O.C. Kaligis, mewakili tim kuasa hukum PT NSP, mengatakan, "Dari seluruh proses persidangan yang berlangsung, termasuk pemeriksaan saksi-saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum untuk mendukung dakwaannya, sama sekali tidak ditemukan bukti yang mendukung dakwaan.”

Selain itu, terdapat Berita Acara Perkara (B.A.P.) yang menunjukkan adanya pihak lain yang mengaku dengan sengaja membakar lahan. O.C. Kaligis menambahkan, “Selain kerugian materiil, kerugian terbesar adalah dalam bentuk moril dan rusaknya nama baik, yaitu dengan dipaksakannya status Tersangka dan kemudian Terdakwa kepada perusahaan tanpa disertai bukti-bukti yang sah secara hukum.”

Eris Ariaman, Direktur Utama PT National Sago Prima (NSP) menegaskan, “Sebagian besar lahan yang terkena bencana kebakaran adalah lahan sagu siap panen yang merupakan aset PT NSP sehinga kami justru merupakan pihak yang paling dirugikan dalam hal ini,” ujar Eris.

Kebakaran lahan sagu milik PT NSP adalah akibat bencana kebakaran yang menimpa hampir seluruh Riau akibat anomali cuaca yang berkepanjangan disertai angin kencang. Hal ini membuat api menyebar dan sulit dipadamkan.

Sejak Desember 2014, dari proses 11 kali persidangan, seluruh unsur yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum tidak dapat dibuktikan. Hingga saat ini, sudah diperiksa total 39 orang saksi dan 4 orang saksi ahli yang tidak dapat membuktikan adanya unsur:

1. Upaya membuka lahan dengan cara membakar. Faktanya, seluruh areal terbakar adalah areal produktif yang siap panen dan tidak ada lagi kegiatan membuka lahan. Selain itu, PT NSP konsisten menerapkan konsep Strict Zero Burning Policy dalam pengelolaan lahan.

2. Membiarkan terjadinya kebakaran dan tidak melakukan pengawasan. Faktanya:

-PT NSP memiliki seluruh sarana dan prasarana lengkap dan upaya pemadaman dilakukan setiap hari siang dan malam secara maksimal dengan mengerahkan seluruh unit kerja kami di lapangan dan pabrik yang berjumlah ratusan orang serta berbagai armada untuk melakukan pemadaman dari darat maupun pengeboman air dari udara dengan menggunakan helikopter. Upaya pemadaman dilakukan tidak hanya di area konsesi perusahaan, tetapi juga di area di luar konsesi.

-Selain upaya pemadaman yang all-out tersebut, PT NSP secara terus menerus menyampaikan pelaporan kepada intansi-instansi terkait (seperti Bupati, Kapolres, Kepala BLH, Camat, dll) dalam waktu 1x24 jam baik melalui lisan (telepon) maupun tertulis.

-PT NSP juga memiliki sistem water management yang memadai sehingga ketersediaan air sangat cukup.

3. Menimbulkan pencemaran udara dan kerusakan fungsi lingkungan. Faktanya, di Propinsi Riau terjadi anomali musim, dengan kemarau yang panjang dan menimpa hampir seluruh perusahaan perkebunan. Menurut laporan BMKG, cuaca saat itu di Kepulauan Riau sangat kering dengan angin kencang.

Eris menambahkan, “Sebagai pemegang konsesi HTI di Indonesia, PT NSP selalu menjunjung tinggi Sustainability Best Practice, dengan salah satu bentuk kebijakannya adalah Strict Zero Burning Policy. Strict Zero Burning Policy ini diterapkan mulai dari tahap pembebasan lahan, pembukaan, hingga proses pengolahan di pabrik.” Secara tegas, PT NSP juga menerapkan Strict Zero Burning Policy ini saat pembuatan perjanjian kerjasama dengan para kontraktor. Selain itu, PT NSP telah melakukan sejumlah upaya penyuluhan kepada masyarakat untuk bersama-sama mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan.