Sukses

Gaya 'Abraham Samad' Kala Pertemuan Politik Jelang Pilpres

Setiap pertemuan, Hasto menggarisbawahi Abraham Samad selalu memakai topi warna hitam dan masker biru.

Liputan6.com, Jakarta - Menjelang pemilihan presiden 2014 lalu, Ketua KPK Abraham Samad disebut-sebut melakukan sejumlah langkah politik untuk mendapatkan posisi calon wakil presiden. Hal itu terungkap dari cerita politisi PDIP yang bertemu langsung dengan Samad, Hasto Kristiyanto. 

Pelaksana Tugas (Plt) Sekjen PDIP itu mengungkapkan, pihaknya beberapa kali bertemu dengan Ketua KPK Abraham Samad (AS). Salah satunya di apartemen sekitar Pacific Place, Jakarta Selatan.

"Pertemuan di apartemen sekitar Pacific Place, saya kaget yang dikatakan pimpinan KPK tak bisa ditemui, ternyata bisa ditemui," kata Hasto, di Jakarta, Kamis (22/1/2015).

Menurut Hasto, pertemuan terjadi 5 kali. Dalam pertemuan itu, Samad sempat mengatakan masalah hukum yang menjerat salah seorang anggota PDIP, bisa tak mendapat hukuman berat berkat bantuan dirinya. Kemudian, Samad pun meminta jatah sebagai cawapres.

"Persoalan yang menyangkut anggota kami di KPK, hasil seperti itu juga berkat bantuan Abraham Samad. Saya sempat terkejut dan di dalam pertemuan kedua, ketiga, dan seterusnya, di pertemuan kedua timnya memohon agar AS dijaring untuk penetapan sebagai cawapres,"‎ tutur Hasto.

Setiap pertemuan, Hasto menggarisbawahi Samad selalu memakai topi warna hitam dan masker biru. "Itu terekam di CCTV," imbuh dia.

Setelah itu, 2 orang tangan kanan Samad yang sama-sama berinisial D, secara proaktif menjalin komunikasi.‎ Hasto pun mengaku kecewa pimpinan KPK masih memiliki niat untuk mendapat jabatan lebih tinggi.

"Kami harapkan masyarakat untuk berpikir jernih. Harus lihat dengan hati bening. Bedakan dan tarik garis pembatas, kewenangan KPK yang besar, oknum bisa digoda kepentingan karena mau jadi cawapres," ujar Hasto.

Sinetronisasi

Selain itu, Hasto juga menyoroti KPK di bawah kepemimpinan Abraham Samad, yang menurut dia,  kerap melakukan sinetronisasi. Hasto menilai hal ini sebagai politisasi.

"Kasus sprindik bocor, sinetronisasi atas pengungkapan status terdakwa. Ada yang diungkapkan saat ulang tahun atau saat pemilu. Ini sinetronisasi seharusnya dilakukan dengan etika politik," ungkap Hasto.

Menurut dia, sinetronisasi telah membuat kinerja KPK kabur terhadap prioritas yang harus diungkap. "Politisasi ini sebabkan konsentrasi lembaga yang dipercaya jadi kurang. Kasus besar seperti century tak ada kemajuan berarti," tandas Hasto.

>>Rumah Kaca>>

2 dari 2 halaman

Rumah Kaca

'Rumah Kaca'

Lewat tulisan 'Rumah Kaca Abraham Samad', akun dengan nama Sawito Kartowibowo mengungkapkan ada 6 kali pertemuan yang membahas Abraham Samad menawarkan diri sebagai Cawapres bagi Jokowi.
 
Penulis mengklaim memiliki data, yang bisa dikonfirmasi baik pada pihak Samad maupun pihak PDIP, dan penulis meminta agar kedua kubu itu menjelaskan semua hal-hal yang perlu diketahui publik, misalnya ada apa PDIP dengan Budi Gunawan.
 
"Ada Enam Pertemuan yang dilakukan oleh Abraham Samad dengan PDIP yang mengindikasikan Samad bukan lagi seorang Penyidik yang bebas kepentingan politik, tapi ia seperti Politisi biasa yang memanfaatkan peluang baik kesempatan maupun posisi," tulis akun tersebut yang diposting pada 17 Januari lalu.
 
Akun tersebut juga mengungkapkan pertemuan beberapa politisi PDIP dengan Samad di sejumlah tempat seperti apartemen mewah di Jakarta dan hotel bintang lima di Yogyakarta.
 
"Dalam beberapa pertemuan itu juga Samad memakai Masker dan Topi, Samad menemui petinggi PDIP dan menawarkan dirinya untuk mendampingi Jokowi.  Karena dalam pertemuan itu Samad masih dalam kedudukannya sebagai Ketua KPK," lanjutnya.
 
Selain itu, Samad juga dituding balas dendam politik setelah dirinya gagal mendampingi Jokowi dalam Pilpres. Penetapan status tersangka Komjen Pol Budi Gunawan yang berujung ditundanya ia menjadi Kapolri dituding penulis sebagai dendam.
 
"Karena apakah Samad benar-benar adil dalam melaksanakan tugas KPK, apakah itu hanya pada memenuhi investasi politiknya sekaligus menyelesaikan dendam politiknya? Kenapa ada dendam politik? Karena memang ada latar belakang atas keputusan ini yang harus ditanyakan pada Samad, baik publik yang sedang eforia Samad, sampai ada tulisan "Samad Adalah Kita", lalu melengos pada Jokowi saat Samad bermain tarik ulur soal Budi Gunawan," ungkap akun itu.

Menanggapi tulisan itu, Abraham menyatakan sebagai 'serangan' terhadap dirinya. Mengingat, ‎Budi Gunawan merupakan calon tunggal terpilih sebagai Kapolri menggantikan Jenderal Pol Sutarman.

"Itu semua fitnah," kata Abraham Samad dalam pesan singkatnya Senin 19 Januari 2015. (Sun/Mut)