Sukses

Tanpa SP3, BW Dinilai Belum Bisa Bekerja Normal di KPK

Hal itu disampaikan menurut Saldi merujuk pada pengalaman pimpinan KPK yang dulu pernah mengalami nasib dikriminalisasi oleh Polri.

Liputan6.com, Jakarta - Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Saldi Isra mewakili masyarakat yang datang memberi dukungan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta agar Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri mengeluarkan Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) kasus Bambang Widjojanto.

"Pak Bambang baru bisa bekerja normal kalau dalam waktu sesingkat-singkatnya segera diterbitkan SP3 Pak Bambang. Artinya pimpinan KPK kembali menjadi 4 orang," kata Saldi di Gedung KPK, Sabtu (24/1/2015) dini hari.

Menurut dia, hal tersebut dilakukan agar KPK dapat segera menyelesaikan kasus-kasus korupsi yang sudah ada secara maksimal dengan pimpinan KPK yang lengkap.

"Pertama Pak Bambang memang sudah dikeluarkan dari tahanan, tapi itu dalam konteks kepentingan KPK belum ada apa-apanya. Kepentingan pemberantasan korupsi menyelesaikan kasus-kasus di sini itu mungkin belum akan banyak manfaatnya, kecuali dalam waktu sesingkat-singkatnya segera diterbitkan SP3," ujar Saldi.

Hal demikian disampaikan menurut Saldi karena merujuk pada pengalaman pimpinan KPK yang dulu pernah mengalami nasib dikriminalisasi oleh Polri.

Saldi juga mengatakan bahwa masyarakat harus meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi memberi pesan pada Polri untuk menghentikan tindakan seperti ini lagi. "Kita minta Presiden Jokowi untuk memberikan pesan pada jajaran kepolisian untuk menghentikan cara-cara tidak senonoh seperti ini," ujar dia.

Saldi juga berpendapat, kasus Bambang sangat kental kriminalisasi. "Sangat sulit untuk dikatakan ini tidak berkaitan dengan penetapan BG sebagai tersangka," ujar Saldi.

Bambang Widjojanto akhirnya dibebaskan oleh Bareskrim Polri setelah sebelumnya sempat dinyatakan ditahan. Bambang ditetapkan tersangka oleh Bareskrim Polri terkait dugaan menyuruh orang untuk memberikan keterangan palsu di muka persidangan sengketa pilkada Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, di Mahkamah Konstitusi pada 2010. (Ado)