Liputan6.com, Cilacap - Jelang tengah malam ketegangan makin terasa. 5 ambulans tiba di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Pasir Putih, Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. 5 terpidana mati kasus narkoba hanya tinggal menghitung jam sebelum menghadapi regu tembak.
Tampak istri terpidana Namaona Denis, Dwi Retno menangis. Menolak eksekusi, Namaona Denis berusaha mengajukan peninjauan kembali kasusnya pada jam-jam terakhir. Surat terbuka juga dititipkannya pada sang istri.
Di Semarang, Jawa Tengah, 1 terpidana mati lain dibawa dari Lapas Bulu Wanita menuju lokasi eksekusi di Boyolali, Jawa Tengah. Gerimis mengiringi saat pintu gerbang Lapas pelan-pelan terbuka melepas iring-iringan mobil.
Advertisement
Tiba di Rutan Negara Boyolali, Tran Thi Bich Hanh alias Asien menanti tengah malam. Dan lewat tengah malam, letusan senjata menandai eksekusi terhadap 6 terpidana kasus narkoba telah dilakukan.
Keluarnya ambulans pembawa jenazah memberi konfirmasi kepada publik bahwa hukum telah ditegakkan. 6 orang tereksekusi mati masing-masing adalah Rani Andriani alias Melisa Aprilia, Ang Kim Soei, Namaona Denis, Marco Archer Cardoso Mareira, Daniel Enemua, dan Tran Thi Bich Hanh alias Asien.
Jenazah Ang Kim Soei warga negara Belanda dan Marco Archer Cardoso Mareira warga negara Brasil dikremasi di Desa Kaliori, Kalibagor, Banyumas, Jawa Tengah. Sedangkan jenazah Asien dikremasi di Krematorium Kedungmundu, Semarang, Jawa Tengah.
Dan jenazah Rani Andriani dimakamkan di Desa Ciranjang, Cianjur, Jawa Barat. Isak tangis keluarga dan kerabat tak terbendung. Bahkan ayah Rani langsung jatuh pingsan.
Ribuan warga mengiringi pemakaman Rani yang dikawal ketat aparat kepolisian. Rani dimakamkan di samping pusara ibunya, sesuai dengan permintaan terakhirnya.
Rani Andriani di usianya yang ke-38 tahun menjadi satu-satunya WNI yang dieksekusi Minggu tengah malam, 18 Januari 2015. Rani divonis mati setelah tertangkap menyelundupkan narkoba. Ironisnya, Rani diajak sepupunya Meirika Franola alias Ola yang juga divonis mati.
Namun sepupunya itu mendapatkan grasi dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pascamendapat grasi, Ola kembali terjerat kasus narkoba.
Dunia internasional mengecam eksekusi mati terpidana narkoba yang dilakukan pemerintah Indonesia. Pemerintah Belanda dan Brasil memanggil pulang duta besar mereka dari Indonesia.
Protes juga datang dari Komnas HAM yang menilai hukuman mati melanggar hak hidup manusia. Namun pemerintah Indonesia tak bergeming dan tetap menabuh genderang perang melawan narkoba.
Tekad Jaksa Agung bukan tanpa alasan. Ang Kim Soei alias Ance Taher alias Tommy Wijaya warga negara Belanda divonis mati tahun 2003 silam karena kasus kepemilikan 2 pabrik ekstasi di Tangerang, Banten, Jawa Barat.
Kepemilikan pabriknya terbongkar pada tahun 2002. Omzet pabrik pria kelahiran Fak-Fak, Papua itu bahkan mencapai miliaran rupiah dan mampu memproduksi 150 ribu pil per hari. Jaringan peredaran pil ekstasinya melintasi 2 benua.
Sementara Marco Archer Cardoso Moreira, seorang pilot yang beralih profesi dan terlibat jaringan narkoba. Marco tertangkap menyembunyikan kokain senilai Rp 7 miliar demi mendapatkan uang dari sindikat narkotika.
Kokain ditemukan petugas dalam pipa kerangka gantole yang dibawanya. Ia bahkan sempat melarikan diri, namun tertangkap kembali.
Hukuman mati di satu sisi ditentang karena dinilai melanggar hak asasi manusia untuk hidup. Sementara hak hidup adalah karunia Tuhan yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. Namun di sisi lain, hukuman mati dinilai bisa menyelamatkan kehidupan manusia-manusia lainnya.
Sementara itu di bawah pengaruh narkoba jenis LSD, pengemudi Outlander, Christopher Daniel Sjarief menewaskan 4 orang dalam kecelakaan maut di Jalan Arteri, Pondok Indah, Jakarta Selatan.
Sebelumnya di bawah pengaruh ekstasi, Afriyani Malik menabrak 12 pejalan kaki di kawasan Tugu Tani, Jakarta Pusat. Sebanyak 9 orang tewas. Nyawa-nyawa melayang karena pengemudi mobil berkendara dalam pengaruh narkoba.
Narkoba pun terus menjerat berbagai kalangan, merusak kehidupan anak bangsa, hingga Indonesia dinyatakan darurat narkoba. Sebut saja musisi legendaris Fariz RM, pelawak Tessy, aktor kawakan Roy Marten, hingga gitaris band Padi, Ari. Mereka tak luput dari jerat narkoba.
Bertekad menyelamatkan bangsa dari ancaman narkoba, Kejaksaan Agung akan mengeksekusi terpidana mati lainnya. Sementara Presiden Joko Widodo bertekad menolak seluruh grasi yang diajukan terkait kasus narkoba.
Hukuman mati selalu menimbulkan kontroversi. Benarkah adil atau tidak? Sementara kondisi darurat narkoba juga tak bisa dipandang enteng.
Yang jelas, jangan sampai narkoba terus memakan korban dan jangan ada lagi yang menemui ajal lantaran nekat berbuat kejahatan terkait barang haram itu.
Saksikan Barometer Pekan Ini selengkapnya yang ditayangkan Liputan 6 Petang SCTV, Sabtu (24/1/2015), di bawah ini. (Vra/Ans)