Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)Â Bambang Widjojanto mengatakan, penerapan Pasal 242 KUHP tentang menyuruh saksi memberikan keterangan palsu di persidangan di MK pada 2010 oleh Bareskrim Polri adalah pembunuhan karakter.
Bambang mengatakan, bagaimana mungkin sebuah proses persidangan hakimnya tidak pernah menyatakan sumpah palsu, kemudian ada pihak lain yang menyatakan keterangan di persidangan palsu.
"Itu logic-nya begitu. Jadi, pernyataan yang menyesatkan seperti ini yang dibangun secara sistematis, itu memang tambah satu lagi, character assassination (pembunuhan karakter) menurut saya, sebagai pimpinan KPK dan semakin kuat proses penghancurannya," ujar Bambang di kediamannya, Kampung Bojong Lio, Cilodong, Depok, Jawa Barat, Sabtu (24/1/2015).
Bambang mengatakan, Kadiv Humas Mabes Polri sempat mengatakan, polisi biasa untuk menyelesaikan kasus dalam 1-2 hari. Namun, hal itu untuk kasus tindak pidana ringan (tipiring)
"Saya diberitahu Mas Bambang Harymurti, ada kasus yang dilaporkan mengenai 242, Alhamdulillah sudah hampir 10 tahun belum jalan kasusnya. Saya nggak enak sebut kasusnya," kata dia.
Bambang menuturkan, kualifikasi Pasal 242 yang menjeratnya tidak cukup lengkap. Seharusnya ada kualifikasi ayat.
"Ayat 1 itu di perdata, ayat 2 soal pidana. Saya yang di mana? MK. MK itu perdana atau pidana? Terus apakah saya berikan kesaksian palsu. bagaimana saya beri kesaksian palsu, wong saya lawyer," tukas dia.
Bambang mengatakan, pilkada Kotawaringin Barat ini adalah kasus lama pada 2010. Berdasarkan pengakuan mantan Menkumham Amir Syamsuddin yang hampir 50 tahun menjadi pengacara, belum pernah mendengar kasus yang menimpanya.
"Harus ada putusan dari pengadilan. Dari pengadilan yang memeriksa itu yang menyatakan bahwa ini memang sumpah palsu," tandas Bambang Widjojanto. (Mvi/Ans)