Liputan6.com, Yogyakarta - Peduli dengan permasalahan KPK versus Polri membuat puluhan akademisi dan aktivis anti korupsi di Yogyakarta terus menggelorakan dukungan kepada KPK. Dukungan ini diwujudkan dalam Deklarasi Keprihatinan Akademisi DIY terhadap pencegahan dan pemberantasan korupsi di Lantai Dasar Sayap Utara Gedung Pusat UGM pada Minggu kemarin.
Acara ini dipimpin langsung oleh Rektor UGM Dwikorita Karnawati dan dipandu Ketua Pukat FH UGM Zainal Arifin Muchtar, juga diikuti perwakilan dari kampus dengan hadirnya beberapa rektor terkait kasus pemberantasan korupsi.
Beberapa akademisi yang turut menyatakan sikap di Balairung UGM dari Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), UIN Sunan Kalijaga, Universitas Islam Indonesia (UII), Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW), Universitas Janabadra dan Sekolah Pertahanan Nasional.
"Pukat dan Gemati (Gerakan Mengasuh Anak Tani) sudah melakukan kajian anti korupsi dan peduli dengan politik dan hukum di negeri kita. Mereka melakukan kajian secara netral dan tidak terjebak dan berpihak pada pihak manapun. Kami putuskan sampai tadi malam pukul 11.30 kita rumuskan pernyataan sikap ini didukung kampus lain," ujar Dwikorita, Yogyakarta, Minggu (25/1/2015).
Dalam pernyataan sikap ini, akademisi Yogyakarta mengajak pemerintah dan masyarakat sama-sama berupaya memberantas korupsi dan penegakan hukum. Dwikorita meminta kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi agar tegas dalam upaya penegakan hukum pemberantasan korupsi.
Dwikorita meminta kepada Presiden Jokowi untuk tidak ragu mengambil sikap karena rakyat Indonesia ada di belakang Presiden. Permintaan ini ada dalam 3 pernyataan diungkapkan para akademisi Yogyakarta.
"Kita harus menegakkan hukum dan demi kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara. Sehingga Presiden diharapkan segera bersikap tegas karena masyarakat dan rakyat selalu di belakang Presiden," ujar dia.
Selain meminta ketegasan Presiden, para akademisi juga meminta agar lembaga-lembaga negara dikembalikan sesuai dengan fungsinya masing-masing dengan mendasarkan kepada etika dan konstitusi.
Sementara pernyataan sikap terakhir dari akademisi meminta kepada Presiden untuk mendengar dan memperhatikan suara tokoh masyarakat, akademisi, LSM, tokoh agama.
"Pernyataan ini disampaikan sebagai bagian dari tanggung jawab moral dan sosial akademisi Yogyakarta, dengan harapan bangsa ini segera mengatasai masalah, bangkit menuju cita-cita bangsa," tutp Dwikorita.
Cicak vs Kebun Binatang
Konflik 2 institusi penegak hukum antara Polri dan KPK dinilai beberapa kalangan, bagian kelanjutan dari cicak vs buaya 3 tahun silam dalam kasus pimpinan KPK sebelumnya, Bibit Samad Rianto dan Candra M Hamsah.
Menurut pengamat politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Arie Sudjito, konflik itu bukan lagi menggunakan istilah cicak vs buaya, tapi cicak versus kebun binatang. Sebab, konflik ini banyak ditunggangi kepentingan partai politik yang berkepentingan melemahkan institusi KPK.
"ini bukan lagi peristiwa cicak vs buaya, namun cicak melawan kebun binatang. Karena didukung banyak partai politik dan demokrasi itu membuat makin hancur karena ada banyak parasit. Parasit siapa? Parasit itu koruptor," Kata Ari di Balairung UGM.
Dosen UGM itu mengatakan, konflik ini menjadi ujian bagi Presiden Jokowi untuk tetap berpihak kepada rakyat dan bukan kepada partai politik. Ari mengingatkan kepada Jokowi agar melihat kembali bahwa kemenangannya dalam Pilpres 2014 lalu karena dukungan rakyat.
"Ini ujian buat Jokowi. Tapi Jokowi terpilih bukan karena urusan partai politik. Politik hanya mempunyai fungsi administrasi di dalam pencalonan menjadi presiden. Kemenangan itu karena rakyat, hari ini rakyatlah yang mendukung. Saya juga tidak mau Jokowi dihadapkan pada rakyat," ujar Ari.
Arii juga meminta kepada Presiden Jokowi untuk tegas dalam menyikapi konflik KPK-Polri. Sebab rakyat akan selalu di belakang Presiden Jokowi yang selalu mendukungnya.
"Saya yakin Presiden berani mengabil sikap, berani mengambil risiko maka rakyat akan bela. maka kita selamatkan KPK demi masa depan INdonesia," pungkasnya.
Jumat 23 Januari lalu, Bambang Widjajanto ditangkap Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri saat mengantar sang anak bungsu ke sekolah. Tak hanya Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto yang disasar Bareskrim Polri. Kini giliran Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja yang dilaporkan ke Bareskrim Polri.
Adnan dilaporkan dengan tuduhan perampasan saham sebuah perusahaan hak pengelolaan hutan di Kalimantan Timur. Kasus tersebut terjadi pada 2006 silam saat Adnan menjadi kuasa hukum PT Desy Timber. Laporan terhadap Adnan Pandu Praja ini dilakukan PT Desy Timber di tengah panasnya hubungan Mabes Polri dengan KPK. (Rmn)
Akademisi Yogyakarta Ramai-ramai Beri Dukungan KPK
Dalam pernyataan sikap, akademisi Yogyakarta mengajak pemerintah dan masyarakat sama-sama berupaya memberantas korupsi dan penegakan hukum.
Advertisement