Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri diminta untuk tak mempertontonkan kekuasaan masing-masing. KPK dan Polri diminta untuk bersama-sama menjaga wibawa penegak hukum
"(KPK-Polri) Agar menjaga wibawa, misalnya bisa menyurati langsung diam-diam ada pemeriksaan. Memberitahu institusi bahwa si A, B, C ini ada masalah hukum dan diperiksa. Nah kecuali kalau ada pembangkangan yang kemudian baru ada tindakan yang nyata," kata mantan juru bicara presiden era Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Adhie Masardi di Jakarta, Senin (26/1/2015).
"Jadi harus ada lembaga-lembaga yang harus tetap dijaga dan dihormati sehingga pendekatan dan caranya pun agak berbeda," tutur aktivis Gerakan Indonesia Bangkit (GIB) ini.
Adhie melihat, dengan mempertontonkan kekuasaan masing-masing maka dapat berdampak tidak baik bagi kedua institusi. Dia menilai, hal itu dapat membawa negara ini dalam keadaan genting yang dapat merembet ke semua sektor kehidupan yang ada.
KPK dan Polri kembali bergesekan setelah calon tunggal Kapolri Komjen Pol Budi Gunawan ditetapkan sebagai tersangka oleh Abraham Samad cs. Menyusul kemudian, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto juga ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka oleh Polri meski penahanannya ditangguhkan.
Untuk menengahi kedua institusi penegak hukum tersebut, Presiden Jokowi membentuk sebuah tim independen berisikan 7 tokoh nasional yang kompeten di bidangnya masing-masing.
Anggotanya, yakni mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie, mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Erry Riyana Harjapamekas, mantan Plt Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean. Lalu mantan Wakapolri Komjen Pol Oegroseno, guru besar hubungan internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwono, tokoh Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif, serta pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar.
Tim bentukan Jokowi ini diharapkan dapat memastikan KPK dan Polri menegakkan hukum dengan objektif. (Ndy/Mut)
Advertisement