Liputan6.com, Jakarta - Kasus yang sedang menimpa Wakil Ketua KPKÂ Bambang Widjojanto membuat Mantan Wakil Ketua KPK Bibit Samad Rianto teringat masa lalunya.
Ia menceritakan saat dirinya terombang-ambing selama 2 tahun lamanya menjadi korban kriminalisasi. "‎Kasus aku panjang lho, 2 tahun disandera‎," kata Bibit, di Jakarta, Senin (26/1/2015).
Namun, Bibit menuturkan ada sedikit perbedaan kriminalisasi yang dilakukan padanya. BW diduga mengarahkan saksi untuk memberikan keterangan palsu dan ada kejadian tersebut. Sementara, Bibit mengatakan kasus yang dituduhkan benar-benar rekayasa.
"Dulu aku nggak berbuat, aku pasti bilang kriminalisasi. Aku nggak tahu kasusnya seperti apa, kan kasus Kotawaringin dulu, hanya BW dan Tuhan yang tahu. Kriminalisasi itu orang nggak berbuat dituduh berbuat," jelas Bibit.
Bersama komisioner KPK lain saat itu, Chandra Hamzah, Bibit dituding melakukan pemerasan dan penyalahgunaan wewenang. Keduanya sempat ditahan di Mabes Polri pada 2009.
Dia menuturkan upaya pelemahan KPK telah terjadi sejak pertama kali didirikan. Ia menjelaskan KPK bisa diibaratkan sebagai a‎nak tiri. "Dari awal itu KPK anak yang tak dikehendaki lahir, dia lawan orangtuanya," tandas Bibit.
Bareskrim Polri menangkap Bambang Widjojanto atas dugaan kasus kesaksian palsu saat persidangan sengketa Pilkada Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah.
Bambang yang saat itu menjadi pengacara salah satu calon walikota, dituding mengarahkan saksi untuk memberikan keterangan palsu. Penahanan Bambang kemudian ditangguhkan, namun proses hukum tetap berlanjut.
Penangkapan Bambang Widjojanto yang terjadi setelah KPK menetapkan calon Kapolri Komjen Pol Budi Gunawan sebagai tersangka kasus dugaan rekening mencurigakan tersebut menuai pro dan kontra hingga akhirnya Jokowi memutuskan untuk membentuk tim independen.
Advertisement
Tim independen tersebut beranggotakan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimmly Asshiddiqie, mantan Wakil Kepala Polri Komjen (Purn) Oegroseno, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana, pengamat Kepolisian Bambang Widodo Umar, dan mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif. (Riz/Yus)