Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsudin menilai, jika Presiden Joko Widodo menerima permintaan untuk memberikan hak imunitas kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), maka akan menimbulkan masalah baru. Terutama lembaga hukum negara lainnya akan merasa dianaktirikan.
"Itu akan melanggar asas kesaamaan di mata hukum yang berlaku universal. Akan menimbulkan kecemburuan dalam menerapkan kesamaan di mata hukum," kata Aziz di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (26/1/2015).
Menurut dia, hak imunitas itu bertentangan dengan Pasal 27 Undang-Undang Dasar 1945, serta akan melanggar Pasal 48 tahun 2009 tentang kesamaan di mata hukum.
"Kalau Presiden menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang yang mengizinkan hak imunitas KPK, maka kecil kemungkinan DPR akan menerimanya," kata Aziz.
Ia mengakui, DPR juga memiliki hak imunitas. Namun, berbeda dengan yang diminta oleh KPK. Hak imunitas di DPR tidak untuk yang sudah masuk proses penyidikan. Imunitas yang di DPR, berlaku saat di ruang sidang, saat paripurna, dan saat melaksanakan tugas.
Pakar hukum tata negara UGM Zainal Arifin Mochtar meminta Presiden Jokowi mengeluarkan perppu pemberian hak imunitas kepada komisioner KPK. Dengan alasannya, kerja KPK rentan kriminalisasi oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan.
Sesuai dengan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi pasal 37 ayat 3 yang berisi bahwa negara harus mempertimbangkan upaya 'kekebalan bagi penuntutan' bagi orang yang memberikan kerja sama substansial dalam penyelidikan hukum. Namun, tidak berlaku kepada yang tertangkap tangan melakukan kejahatan.
"Perppu kami harapkan bisa dikeluarkan Presiden untuk memberikan hak imunitas KPK termasuk pekerja pemberantasan korupsi lainnya di Indonesia," kata Zainal. (Mvi/Ans)
Ketua Komisi III Nilai Hak Imunitas KPK Bakal Picu Kecemburuan
Menurut Aziz Syamsuddin, hak imunitas bertentangan dengan Pasal 27 Undang-Undang Dasar 1945.
Advertisement