Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 6 gembong narkoba telah dieksekusi mati. Jaksa Agung HM Prasetyo mengungkap sejumlah kendala dalam pelaksanaan eksekusi mati tersebut.
Salah satunya adalag masalah anggaran transportasi yang mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah.
"Nusakambangan tempat yang kita nilai aman dan kondusif. Meskipun jauh dan transportasi mahal. 2 Orang saja Rp 100 juta. Uangnya dari kami yang melaksanakan," kata Prasetyo dalam rapat kerja dengan Komisi III di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (28/1/2015).
Ia mengakui memang setiap narapidana yang dieksekusi mati mendapatkan jatah anggaran Rp 200 juta. Itu untuk membiayai transportasi serta seluruh kebutuhan yang diperlukan dari awal sampai pelaksanaan.
"Selain itu, cuaca yang juga jadi kendala sehingga yang sebabkan eksekusi molor," ucap dia.
Kendala lainnya, menurut Prasetyo, adalah permintaan terakhir dari narapidana maupun keluarganya yang terkadang cukup sulit dilaksanakan. Seperti permintaan dari narapidana asal Vietnam yang dieksekusi di Boyolali, Tran Thi Bich Hanh. Ia meminta pakaian khas negaranya.
"Untungnya kita bisa temui. Termasuk minta diapakan jenazah setelah meninggal," jelas Prasetyo.
Kemudian, beberapa hambatan lainnya seperti desakan untuk membatalkan dan menghapusan hukuman mati. Baik dari dalam negeri misalnya Komnas HAM maupun negara-negara lain yang tak menganut hukuman mati.
"Adanya pro kontra baik dari dalam atau luar. Gangguan lain adanya berusaha masuknya penggiat HAM dengan menyamar sebagai nelayan dan yang mau gagalkan eksekusi mati," kata Prasetyo. (Mut)
Butuh Rp 100 Juta untuk Bawa 2 Terpidana Mati ke Nusakambangan
Jaksa Agung HM Prasetyo mengungkap sejumlah kendala dalam pelaksanaan eksekusi mati tersebut.
Advertisement